Selasa 31 Jan 2017 20:59 WIB

‎DPR Prihatin Tewasnya Advokat Pembela Rohingya di Myanmar

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Ilham
Etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Foto: Reuters/ Soe Zeya Tun
Etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR, Sukamta mengecam dan sekaligus prihatin atas wafatnya Ko Ni, advokat Myanmar yang aktif membela masyarakat minoritas Rohingya. Ko Ni ditembak di Bandara Internasional Yangon, Myanmar pada Ahad (29/1).

 

Ko Ni ditembak saat baru saja mengunjungi Indonesia bersama rombongan Menteri Informasi Myanmar, Pe Myint. Mereka juga sempat mengunjungi Ambon untuk memelajari bagaimana menangani konflik komunal.

 

Sebelum ada keterangan resmi dari Pemerintah Myanmar atas insiden ini, Sukamta tidak ingin berspekulasi. "Yang saya dengar pelaku penembakan mantan tentara Myanmar yang telah disersi berpangkat kapten dan berstatus sebagai narapidana. Tentu hal ini cukup aneh mengingat statusnya sebagai narapidana,” kata Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (31/1) .

 

Sukamta berharap Pemerintah Myanmar dapat secara cepat mengungkap kasus penembakan ini. Dia juga berharap kasus penembakan aktivis hukum pembela minoritas Rohingya ini untuk menjadi perhatian dunia Internasional. Pasalnya, sudah sejak lama publik mendengar banyak tekanan dialami para aktivis kemanusiaan di negeri tersebut.

 

Sukamta mendorong ini didasarkan atas persoalan pelanggaran HAM dan tragedi kemanusiaan yang perlu diberikan perhatian. “Saya kira tidak ada niatan kita mencampuri urusan dalam negeri Myanmar. Persoalan kemanusiaan bersifat universal, apalagi ini menyangkut dugaan genosida minoritas Rohingya,” kata Ketua Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

 

Atas kejadian ini, Sukamta berharap pihak Kedutaan Besar RI di Myanmar lebih meningkatkan perhatian dan keamanan warga negara RI di sana. Khususnya para relawan kemanusiaan yang terlibat dalam upaya membantu meringankan derita etnis Rohingya di Myanmar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement