Selasa 31 Jan 2017 12:21 WIB

MUI Membahas Ucapan Ahok, Bukan Tafsir Al-Maidah 51

Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (tengah) berjalan sebelum mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).
Foto: Antara/Reno Esnir
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (tengah) berjalan sebelum mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengatakan, tidak ada pembahasan soal kandungan atau tafsir surah al-Maidah ayat 51 saat melakukan penelitian dan pembahasan terkait ucapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Kepulauan Seribu. "Kami tidak bahas kandungan atau tafsir al-Maidah. Yang kami bahas hanya ucapan terdakwa saja," kata Ma'ruf saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1).

Dalam kesempatan itu, Ma'ruf juga mengaku tidak pernah melihat secara langsung video pidato Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu. "Saya hanya tahu dari media cetak dan televisi. Yang mengecek itu tim dari MUI, tim yang melihat video itu. Saya hanya terima laporan masyarakat ada yang lisan dan tertulis," ujarnya.

Ia menyatakan, MUI harus merespons soal laporan masyarakat itu karena telah menyangkut masalah hukum dan harus disampaikan kepada penegak hukum. "Tidak ada instruksi dari golongan atau kelompok, kami sampaikan saja kepada penegak hukum," kata Ma'ruf.

Ma'ruf menyatakan sikap dan pendapat keagamaan terkait penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dibahas oleh empat komisi di dalam MUI. "Empat komisi yang terdiri atas komisi fatwa, undang-undang, pengkajian, dan informasi melakukan penelitian dan investigasi di lapangan kemudian melakukan pembahasan," katanya.

Setelah dilakukan pembahasan di empat komisi itu, Ma'ruf mengatakan, hasilnya dilaporkan kepada pengurus harian. "Kemudian dibahas lagi di pengurus harian termasuk saya. Pengurus harian itu ada ketua umum, wakil ketua, dan sekretaris-sekretaris. Pengurus harian inti ada sekitar 20 orang," katanya.

Ma'ruf menyatakan, setelah pembahasan dalam pengurus harian kemudian lahir sikap dan pendapat keagamaan MUI yang menyimpulkan bahwa ucapan "dibohongi pakai surah al-Maidah ayat 51" itu mengandung penghinaan terhadap agama dan ulama.

Jaksa penuntut umum (JPU) sendiri menghadirkan lima saksi dalam sidang kedelapan Ahok di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa. Lima saksi itu antara lain, dua saksi dari nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu, yaitu Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni.

Selanjutnya Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dan Komisioner KPU DKI Jakarta Dahlia Umar. Satu saksi lagi yaitu Ibnu Baskoro sebagai saksi pelapor. Ahok dikenakan dakwaan alternatif, yakni pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara.

Menurut pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Sementara menurut pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement