Kamis 26 Jan 2017 18:28 WIB

Atasi TKI Ilegal, Sosialisasi Informasi Harus Sampai Tingkat Desa

Rep: Lilis Handayani/ Red: Hazliansyah
Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Negeri Sabah memperlihatkan surat deeportasi yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan Malaysia setibanya di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kaltara, Kamis (29/5).
Foto: Antara/M Rusman
Seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Negeri Sabah memperlihatkan surat deeportasi yang dikeluarkan pemerintah Kerajaan Malaysia setibanya di Pelabuhan Internasional Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kaltara, Kamis (29/5).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Masih adanya tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berangkat secara ilegal dinilai karena kurangnya informasi yang diterima para TKI mengenai prosedur yang legal. Karenanya, harus ada penyampaian informasi yang menyentuh masyarakat hingga tingkat bawah.

 

"Sosialisasi mengenai prosedur menjadi TKI secara legal harus sampai tingkat desa dengan melibatkan stakeholder di tingkat desa," tegas Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, Juwarih kepada Republika.co.id, Kamis (26/1).

 

Menurut Juwarih, selama ini di desa-desa Indramayu tidak ada informasi resmi dari Dinas Tenaga Kerja setempat mengenai cara menjadi TKI secara legal maupun negara mana saja yang boleh menjadi tujuan mereka bekerja. Padahal, Kabupaten Indramayu merupakan salah satu daerah pengirim TKI terbesar di Jabar.

 

Juwarih mengungkapkan, para calon TKI sepenuhnya bergantung pada informasi dari calo/sponsor. Para calon TKI itu adalah korban dari janji manis para calo/sponsor yang menjanjikan fee dan gaji besar akibat ketidaktahuan dan ketidakpahaman mereka.

 

"Jadi mereka itu menjadi TKI ilegal karena tidak paham, ya akibat minimnya informasi," ujar Juwarih.

 

Tak hanya itu, lanjut Juwarih, untuk mengatasi para TKI ilegal, maka harus ada proses hukum yang tegas untuk para calo yang merekrut calon TKI ilegal. Hal itu sesuai dengan UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dan UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

 

"Harus ada efek jera bagi para calo perekrut TKI ilegal," kata Juwarih.

 

Ketika disinggung mengenai Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) di Kabupaten Indramayu bagi calon TKI yang diresmikan pada Oktober 2016, Juwarih menilai keberadaannya tidak efektif untuk mencegah perekrutan unprosedural. Pasalnya selama ini yang mengurus dokumen keberangkatan menjadi TKI kebanyakan adalah calo/sponsor dan bukan calon TKI-nya.

 

"Datanya pun selalu dipalsukan," tandas Juwarih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement