REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IX DPR RI menyampaikan duka cita sekaligus keprihatinan mendalam terkait karamnya kapal pengangkut tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di kawasan perairan Johor, Malaysia. Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay menyayangkan terjadinya musibah tersebut. Pasalnya, kejadian ini terjadi untuk yang kesekian kalinya.
"Dalam catatan saya, musibah seperti ini sudah sangat sering terjadi. Setiap kejadian, selalu menelan korban yang tidak sedikit,” ujarnya, Kamis (26/1).
Sejak September 2015, karamnya kapal pengangkut TKI di perairan Johor dan sekitarnya, seingat Saleh, telah menelan korban 164 jiwa. Secara berurut, kapal pengangkut TKI yang tenggelam di kawasan perairan Johor terjadi pada September 2015 dengan korban jiwa 64 orang, Januari 2016 dengan korban jiwa 18 orang, Juni 2016 dengan korban jiwa 12 orang, November 2016 dengan korban jiwa 54 orang, dan Januari 2017 dengan korban tewas sementara 16 dan dinyatakan masih hilang 16 orang.
Hal ini, kata dia, menggambarkan bahwa pemerintah, khususnya Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) belum melakukan langkah-langkah antisipatif. Menurut Saleh, sejauh ini BNP2TKI terkesan hanya melakukan langkah antisipasi melalui sosialisasi dan imbauan. Sementara ada banyak TKI yang bermasalah dari sisi keimigrasian yang ingin pulang melalui pelabuhan-pelabuhan tikus.
Apabila memang ada keseriusan, maka tidak salah jika BNP2TKI melacak langsung keberadaan mereka ke Johor. “Katanya, ada penampungannya di sana. Kalau bertemu secara langsung, saya kira bisa difasilitasi kepulangan mereka secara benar,” ujar politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Komisi IX, kata dia, tentu mempunyai perhatian khusus terkait masalah ini. Dalam rapat yang akan dilaksanakan pekan depan, kinerja BNP2TKI terkait persoalan ini akan menjadi sorotan khusus. Termasuk langkah-langkah penanganan terhadap korban dan keluarganya.
"Kita perlu mendapat kepastian bahwa musibah seperti ini tidak terjadi lagi," tegasnya.