REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Pengadilan Agama Tanah Grogot, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, selama periode 2016 menangani 865 kasus perceraian. Ketua Pengadilan Agama Tanah Grogot, Ahmad Fanani, Rabu (25/1) menyatakan, angka kasus perceraian tersebut bukan hanya dari Kabupaten Paser tetapi juga dari Kabupaten Penajam Paser Utara.
"Sebanyak 865 kasus perceraian yang kami tangani itu bukan hanya di Kabupaten Paser tetapi juga dari Kabupaten Penajam Paser Utara," kata Ahmad Fanani.
Kasus perceraian yang terjadi, lanjut Ahmad Fanani, pada umumnya merupakan perceraian yang digugat oleh pihak wanita atau dari pihak istri. "Dari 865 kasus perceraian yang kami sidangkan selama 2016, pada umumnya gugatan berasal dari pihak wanita," ujar Ahmad Fanani.
Ke-865 kasus perceraian tersebut, Ahmad Fanani menjelaskan sebanyak 636 di antaranya merupakan cerai gugat atau perceraian yang dilayangkan pihak istri kepada suaminya. Sedangkan 229 kasus lainnya tambah ia, merupakan cerai talak yang dijatuhkan suami kepada pihak istri.
Dia mengatakan penyebab terjadinya perceraian, sangat beragam. Di antaranya faktor ekonomi, ketidakharmonisan rumah tangga karena pihak ketiga, tidak ada lagi pemberian hak istri oleh suami hingga faktor perselingkuhan yang benar terjadi karena ada bukti dan saksi.
"Macam-macam penyebabnya, seperti faktor ekonomi, pasangan cemburu, moral suami yang tidak lagi menafkahi istrinya, hingga perselingkuhan yang diakui oleh salah satu pasangan hingga mengakibatkan perceraian," ucap Ahmad Fanani.
Faktor cemburu pada pihak ketiga atau perselingkuhan menurut Ahmad Fanani, juga disebabkan karena prilaku pasangan serta kebiasaan berkomunikasi melalui media sosial. Misalnya melalui Facebook, Whatsapp, BBM, telepon, pesan singkat dan sejenis obrolan di dunia maya. "Bahkan ada yang mengaku awalnya iseng atau main-main hingga akhirnya pasangan tidak terima sehingga mereka cerai," ujar Ahmad Fanani.
Faktor lain dari kasus perceraian yang terjadi kata Ahmad Fanani, juga disebabkan adanya pernikahan dini atau pernikahan yang terlalu muda. "Pasangan suami-istri saat menikah masih sangat muda sehingga diperkirakan belum siap mental, batin, materil dan tingkat kedewasaan dalam menghadapi berbagai permasalahan rumah tangga," jelas Ahmad Fanani.