Rabu 25 Jan 2017 16:05 WIB

Indonesia Perlu Diplomasi Maritim Modern dan Inovatif

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
LIPI
LIPI

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Isu maritim menjadi sorotan publik, terutama terkait dengan peledakan dan penenggelaman kapal asing pencuri ikan, perbudakan industri perikanan milik Thailand di Bejinam Maluku. Pencurian ikan yang kian marak, serta penculikan anak buah kapal (ABK) Indonesia di wilayah perairan Kepuluan Sulu, Filipina Selatan juga menjadi perhatian.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti mengatakan Indonesia memerlukan diplomasi maritim sebagai media untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan isu strategis di bidang kemaritiman. Diplomasi maritim yang modern dan inovatif akan menjalin hubungan baik antarnegara, seperti Jepang yang merupakan investor terbesar kedua di Indonesia.

"Jalur diplomasi adalah alat komunikasi dan negosiasi politik yang penting untuk membela dan memperjuangkan kepentingan nasional di bidang maritim," kata Tri Nuke, Rabu (25/1).

Pemerintah, kata Tri Nuke terus berupaya menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui perundingan penentuan batas maritim 10 negara tetangga. Poros maritim dunia salah satu pilarnya adalah mengedepankan diplomasi maritim.

"Ini yang membuat Indonesia membutuhkan diplomasi maritim yang modern dan inovatif," katanya.

Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Adriana Elisabeth mengatakan diplomasi maritim yang modern dan inovatif adalah yang mengakomodasi cakupan isu lebih luas dan aktor lebih beragam. Tujuannya untuk membangun strategi kreatif dalam menghadapi kompleksitas hubungan antarnegara.

Indonesia, kaat Elisabeth perlu memperkuat basis kekuatan regional melalui hubungan bilateral, salah satunya dengan Jepang. Negara ini akan melakukan kajian dengan LIPI terkait isu maritim dan keamanan internasional.

Indonesia sebenarnya sudah berdiplomasi pada setiap permasalahan maritim. Namun, kata Elisabeth dinamika yang dihadapi kian kompleks.

Diplimasi maritim yang modern ini hendaknya memperhatikan kepentingan ekonomi dan budaya. Persoalan kedaulatan wilayah, kata Elisabeth seharusnya meliputi kepentingan membangun sarana untuk menghubungkan perekonomian nasional.

Pemberdayaan kaum nelayan dan masyarakat pesisir adalah bagian terpenting untuk mendorong kegiatan perekonomian. Indonesia harus memperkuat identitas sebagai negara maritim.

Berbagai kerja sama maritim Indonesia-Jepang bisa dikembangkan melalui jalur bilateral dan multilateral, seperti Indonesia-Japan Maritime Forum 2016. Banyak peluang diplomasi maritim yang bisa mengakomodir kepentingan nasional, sehingga Indonesia harus melihat laut sebagai penghubung, bukan pemisah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement