Rabu 25 Jan 2017 14:18 WIB

'Iklan Rokok adalah Hoax Terbesar'

Red: Ilham
Iklan rokok disegel.
Foto: Antara
Iklan rokok disegel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program Manajer Advokasi HAM ASEAN dari Human Rights Working Group (HRWG) Daniel Awigra menilai, iklan rokok adalah hoax atau pemberitaan palsu yang paling besar. Sebab, tidak ada kesesuaian antara yang diiklankan dengan kenyataannya.

"Iklan rokok menurut saya hoax terbesar, karena apa yang coba diperlihatkan di iklan beda dengan kenyataan," kata Daniel dalam konferensi pers koalisi nasional masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau dan Pemuda Muhammadiyah di Jakarta, Rabu (25/1).

Menurut dia, diiklan ada orang yang merokok dan dianggap keren. Tapi kenyataannya banyak yang menderita penyakit akibat rokok. Lebih lanjut dia mengatakan, jika hoax sama dengan pembohongan atau manipulasi bisa dijerat hukum, iklan rokok merupakan pembohongan publik. Maka negara diundang untuk wajib mengatur segala sesuatu untuk memberikan hak kesehatan bagi masyarakat.

"Ini alasan WHO pada 2008 mengatakan bahwa industri rokok adalah yang paling manipulatif. Seolah-olah konsumsi rokok itu keren padahal sebenarnya sebaliknya," ujar dia.

Data menunjukkan bahwa lebih dari 63 persen perokok mulai merokok pada usia di bawah 20 tahun. berdasarkan data 2010, melalui iklan dan berbagai teknik pemasaran lainnya, industri rokok berhasil merekrut 3,9 juta perokok pemula usia 10 hingga 14 tahun.

Berbagai bentuk iklan di media massa memiliki peran penting dalam mempengaruhi generasi muda untuk mengkonsumsi rokok. Survei UHAMKA 2007 menunjukkan 99,7 persen anak melihat iklan rokok di televisi. Hal serupa juga ditunjukkan data Global Youth Tobacco Survey 2013 bahwa tiga dari lima anak pernah melihat adegan merokok di televisi, video atau film. "Bahkan dalam catatan KPAI, menunjukkan bahwa anak mengenal rokok lewat iklan," kata dia.

Dalam draft RUU Penyiaran pada Desember 2016 Pasal 61 dan 142 dijelaskan bahwa siaran iklan dilarang menyiarkan rokok, minuman keras dan zat adiktif lainnya. "Kenapa dalam UU Penyiaran kita wajib untuk tidak menayangkan iklan rokok secara total, karena penyiaran itu menggunakan frekuensi publik. Kalau gunakan frekuensi publik harus menyiarkan yang bermanfaat bagi publik," kata Daniel.

Koalisi Masyarakat Sipil bersama Angkatan Muda Muhammadiyah berkomitmen untuk mengawal RUU Penyiaran terkait dengan larangan iklan rokok agar menjadi undang-undang, guna membendung generasi muda dari bahaya rokok.

"Ini adalah salah satu ikhtiar untuk mengurangi rokok. Maka kita perlu untuk mendukung RUU Penyiaran menjadi UU, terutama terkait larangan iklan rokok," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement