REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Eliminate Dengue Project Yogyakarta meneruskan penelitian pengendalian virus demam berdarah dengue (DBD) dengan memanfaatkan nyamuk aedes aegypti berwolbachia pada tahun ini di Yogyakarta.
"Penelitian tahap pertama dilakukan tahun lalu di Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan dengan daerah pembanding di Kecamatan Kotagede. Tahun ini, kami lakukan di 35 kelurahan lain yang ada di Kota Yogyakarta," kata Peneliti Utama Eliminate Dengue Project Yogyakarta Adi Utarini di Yogyakarta, Selasa (24/1).
Berbeda dengan tahun lalu, wilayah penelitian tahap kedua tidak dibedakan berdasarkan batas administratif kelurahan tetapi didasarkan pada kondisi di lapangan sehingga terbagi menjadi 24 kluster.
Eliminate Dengue Project Yogyakarta kemudian melakukan sosialisasi kepada 24 kluster sasaran terkait program yang akan dijalankan karena akan ditetapkan masing-masing 12 klaster sebagai wilayah yang sasaran pelepasan nyamuk aedes aegypti berwolbachia dengan wilayah yang akan ditetapkan sebagai daerah pembanding.
"Penetapan klaster sebagai daerah sasaran nyamuk dan wilayah sebagai pembanding akan dilakukan oleh perwakilan dari wilayah yang bersangkutan. Akan diundi secara terbuka," katanya.
Adi menegaskan wilayah intervensi dan wilayah pembanding sama-sama memiliki nilai yang penting terhadap penelitian yang akan dilakukan.
Di wilayah yang menjadi sasaran intervensi, warga akan memperoleh ember berisi sekitar 100 hingga 120 telur nyamuk aedes aegypti berwolbachia. Warga diminta menjaga ember berisi telur tersebut hingga nyamuk menjadi dewasa.
Pemberian ember berisi telur nyamuk dilakukan secara bertahap hingga populasi nyamuk aedes aegypti di wilayah tersebut dinilai tinggi. "Dibutuhkan waktu sembilan hingga 12 bulan agar populasi nyamuk berwolbachia tinggi," katanya.
Jika populasi nyamuk sudah tinggi maka akan dilakukan penelitian mengenai dampaknya ke masyarakat, salah satunya jumlah kasus DBD di wilayah tersebut. Penelitian dilakukan selama dua tahun hingga 2019. "Setelah itu, baru bisa kami pastikan bagaimana hasilnya. Jika sesuai harapan, maka bisa kami advokasikan program ini ke pemerintah," katanya.
Berdasarkan uji laboratorium, keberadaan bakteri wolbachia yang dimasukkan ke nyamuk aedes aegypti mampu menekan replikasi virus DBD dibandingkan dengan nyamuk aedes aegypti yang tidak memiliki bakteri tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Fita Yulia berharap, masyarakat dapat berperan aktif dalam melakukan upaya penanggulangan penularan DBD, salah satunya melalui program yang dilakukan oleh Eliminate Dengue Project Yogyakarta. "Warga yang memperoleh nyamuk berwolbachia tetap harus melakukan pemberantasan sarang nyamuk. Jangan karena sudah dijadikan sebagai daerah penelitian lalu merasa bahwa wilayahnya aman dari DBD," katanya.
Sepanjang 2016, jumlah kasus DBD di Kota Yogyakarta tercatat 1.706 kasus dan dimungkinkan masih bertambah karena ada tempat pelayanan kesehatan yang belum memberikan laporan. Total kematian akibat DBD tahun ini tercatat 13 kasus. "Yogyakarta memang wilayah endemik DBD. Sepanjang Januari ini saja sudah ada 53 kasus. Seluruh pihak harus berusaha melakukan upaya agar penyakit ini tidak semakin merebak," katanya.