Selasa 24 Jan 2017 10:21 WIB

Tersangka Coret Bendera Ditangkap, KPAI: Polisi Jangan Gelap Mata

Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menghadiri sidang lanjutan judicial riview KUHP pasal 284, 285, dan 292 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (23/8).
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menghadiri sidang lanjutan judicial riview KUHP pasal 284, 285, dan 292 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (23/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Komisi Perlindungan Anak Indonesia meminta polisi mempertimbangkan aspek perlindungan anak dalam kasus pencerotan benera putih yang melibatkan tersangka NF. Menurut Ketua KPAI, Asroruni Ni’am Sholeh, NF yang ditahan karena dugaan melakukan pencoretan bendera merah putih baru saja dikaruniai anak. 

Anak usia dini membutuhkan hak kasih sayang, pemenuhan hak dasar secara optimal serta perlindungan dari gangguan yang bisa mengancam tumbuh kembang anak secara baik, baik fisik maupun mentalnya. Asrorun meminta polisi lebih arif dengan mempertimbangkan aspek perlindungan anak dari NF yang masih membutuhkan perlindungan khusus.   

Terlebih bayi yang baru lahir membutuhkan kehadiran orang tua guna memberikan pengasuhan optimal dan membangun rasa aman dan sosialisasi dengan individu-individu lain seiring pertambahan usianya. Keterlibatan ayah sedini mungkin sejak anak dilahirkan, menurut Asrorun, juga mendukung proses tumbuh kembang anak sesuai harkat dan martabatnya, optimal perkembangan fisik dan mentalnya. 

Ia menyebutkan banyak kasus anak berhadapan dengan hukum yang ditangani KPAI akibat tidak hadirnya orang tua dalam menjalankan fungsi pengasuhan. “Jangan sampai polisi gelap mata,” katanya kepada Republika.co.id di Jakarta, Selasa (24/11). 

Dia mengatakan pertimbangan kasus hukum dengan melihat aspek perlindungan anak sejalan dengan komitmen pengarusutamaan (mainstreaming) perlindungan anak dalam setiap kebijakan sektor, di semua lini sebagai pengejawantahan dari semanga revolusi mental Presiden Jokowi. Presiden, melalui Inpres Gerakan Nasional Revolusi Mental pada Desember 2016 mendorong pentingnya  penciptaan lingkungan ramah anak dengan rumah dan sekolah sebagai pondasinya. 

Dalam kasus NF, imbuh dia, pengarusutamaan perlindungan anak perlu dijadikan pertimbangan sebelum mengambil langkah hukum formal, terlebih melalui penangkapan. Dia menilai dalam kasus NF itu, langkah penangkapan terhadap ayah dari anak bayi yang sedang membutuhkan perlindungan optimal, tanpa mempertimbangkan kepentingan tumbuh kembang anak, tentu kurang arif. 

Apalagi tindak pidana yang disangkakan kalau melihat dampak yang ditimbulkan tidak sampai membahayakan jiwa, juga korban orang lain. "Jangan sampai kita berkontribusi merusak generasi dan menyumbang peningkatan kasus anak terlantar akibat kebijakan kita yang tidak ramah anak."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement