REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR RI Sukamta, meminta ketegasan pemerintah Indonesia bahwa kehadiran Warga Negara Indonesia (WNI) yang memenuhi undangan Presiden Israel Reuven Rivlin ke Yerusalem, bukanlah sikap resmi.
Salah satu WNI yang berkunjung tersebut adalah anggota Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga MUI. ''Pemerintah Indonesia perlu menegaskan bahwa kehadiran mereka tidak mewakili sikap resmi Indonesia,'' kata Sukamta dalam siaran persnya, Sabtu (21/1).
Seharusnya, Sukamta melanjutkan mereka yang hadir memahami konstitusi Indonesia dan juga sikap MUI, serta kondisi kebatinan masyarakat Indonesia yang sebagian besar memang menolak Israel. Sukamta menambahkan, tindakan itu jelas mencederai perasaan dan konstitusi bangsa Indonesia.
Apalagi pasca kemenangan Trump menjadi Presiden AS, kedudukan Israel bisa lebih kuat. Oleh karena, tambah Sukamta, Trump berjanji akan memindahkan Kedubes Amerika ke Yerusalem, sebagaimana ada yang mengklaim ibukota Israel yang seharusnya adalah Yerusalem.
''Jangan sampai dengan kejadian ini Indonesia juga terkesan mendukung hal itu,'' tegas Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini.
Sukamta menjelaskan, kehadiran mereka yang tidak mewakili Majelis Ulama Indonesia ini tidak patut. Bahkan, ia juga sampaikan bahwa kalau alasan kunjungan adalah untuk diplomasi mewujudkan perdamaian di Palestina, jelas tidak tepat.
''Karena kita tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel,'' ujarnya.
Menurutnya, Indonesia dalam konstitusinya tegas menolak penjajahan yang secara nyata tidak mengakui entitas negara Israel. Perjuangan diplomatik Indonesia dilakukan lewat PBB. Sementara, Resolusi UNESCO 16 Oktober menyalahkan Israel yang telah melakukan pengerusakan terhadap Masjid Al-Aqsha.
Selain itu, Dewan Keamanan (DK) PBB pun mengeluarkan resolusi 2334 pada 23 Desember 2016 tentang penghentian pemukiman Israel di semua wilayah pendudukan Palestina. Resolusi itu keluar dengan tidak ada satu pun negara yang melakukan veto, bahkan Amerika Serikat juga abstain.
Sehingga, kehadiran WNI ini, tegas Sukamta, justru mendukung Israel dan tidak menghormati putusan PBB tersebut. Ia menyatakan, dengan resolusi PBB tersebut, situasi dunia lebih kondusif untuk memperjuangkan Palestina, yang harusnya menjadi kesempatan RI menfollow up hasil Kenferensi Luar Biasa OKI 6-7 Maret 2016 lalu di Jakarta, karena badan-badan utama PBB sudah membuat resolusi utama.
''Kesempatan ini mustinya bisa dimanfaatkan maksimal oleh Pemerintah RI,'' ucapnya.