Rabu 18 Jan 2017 09:55 WIB

KPK Tetapkan 5 Tersangka Baru Korupsi Pengadaan Pupuk

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Jubir KPK Febri Hendri
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jubir KPK Febri Hendri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Tersangka baru ini merupakan hasil dari pengembangan kasus sebelumnya yang juga terkait pengadaan pupuk di PT Berdikari dengan salah satu tersangkanya yakni Siti Marwa selaku pejabat struktural periode 2010-2012.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menuturkan, tim penyidik KPK menemukan tindak pidana korupsi yang lain, yaitu pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011 dan 2012-2013. Dalam kasus ini, lima orang yang sudah ditetapkan tersangka itu terbagi dalam dua kasus di periode yang berbeda, yakni periode 2010-2011, dan periode 2012-2013.

"Periode 2010-2011, penyidik menetapkan tiga tersangka, satu adalah HSW (Heru Siswanto), kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011. Kedua, ASS (Asep Sudrajat Sanusi), Direktur Utama PT Berdikari periode 2010-2011. Ketiga, BW (Bambang Wuryanto), kepala biro pembinaan sumber daya hutan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2010-2011," ujarnya di Gedung KPK, Selasa (17/1).

Untuk kasus yang sama tapi di periode 2012-2013, penyidik menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Librao El Arif (LEA) periode 2012-2013, dan Kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah periode 2012-2013 Teguh Hadi Siswanto (THS).

Lima tersangka tersebut, diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau sebuah korporasi dalam kegiatan pengadaan pupuk urea tablet di Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Tiga tersangka pertama melakukannya di periode 2010-2011. "Dua tersangka lainnya diduga melakukan hal yang sama namun untuk peridoe 2012-2013," jelas dia.

Febri mengatakan, lima tersangka itu disangka melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimna diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentnag perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 65 KUHP.

Perkara kasus tersebut, lanjut Febri, adalah pengembangan perkara sebelumnnya dengan sejumlah tersangka yang sudah diproses dan sebagian sudah divonis bersalah di pengadilan tipikor. Ada empat orang sebelumnya yang telah ditetapkan tersangka.

Keempatnya yaitu Siti Marwa tersangka sejak Maret 2016, Budianto Halim Wijaya yang ditetapkan tersangka sejak 26 April 2016, dan Komisaris PT Timur Alam Raya yakni Sri Astuti yang menjadi tersangka sejak 26 April 2016, serta terakhir adalah Aris Hadianto selaku Direktur Utama CV Jaya Mekanotama yang ditetapkan tersangka sejak 20 Juli 2016.

"Masing-masing ada yang divonis 4 tahun dan 3 tahun. Untuk Sri Astuti, masih dalam penuntutan pada tanggal 9 Januari 2017," ujarnya.

Secara umum, Febri menyampaikan modus dalam pengadaan ini yaitu ada indikasi mark up harga pupuk dan juga indikasi sejumlah kerugian keuangan negara yang mengalir ke kantong-kantong sejumlah pihak, baik itu orang per orang dan juga korporasi.

"Jadi ada orang per orang yang diperkaya di sini, dan korporasi," kata Febri.

Febri menuturkan, kerugian negara akibat kasus korupsi dalam pengadaan pupuk ini mencapai Rp 10 miliar. Namun, KPK masih akan terus berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan perhitungan terkait kerugian keuangan negara.

"Kerugian negara yang sudah dihitung ada sekitar Rp 10 miliar," ujar dia.

Di tahap awal, karena yang disangkakan adalah pasal 2 ayat 1, atau pasal 3, maka beberapa unsurnya dan bukti yang cukup untuk melakukan penyidikan, salah satunya adalah indikasi kerugian keuangan negara dalam kasus ini. Aliran dana ini dinikmati perorangan dan juga memperkaya korporasi.

"Ini terus kami kembangkan pemeriksaan saksi dan kegiatan penyidikan akan dilakukan," ucap dia.

Perkara ini menjadi konsen KPK. Mengingat, berdasarkan road map KPK, salah satu sektor yang menjadi konsennya adalah sektor yang terkait dengan ketahanan pangan. Sebab, ini terkait kepentingan publik masyarakat luas secara langsung. KPK pun mempunyai konsen di bidang penindakan dan pencegahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement