REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan penistaan agama marak terjadi di kalangan masyarakaat saat ini. Setelah Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang disebut menistakan agama, Rizieq Shihab juga dilaporkan atas hal serupa. Kejadian ini pun membuat masyarakat resah karena banyak hal terjadi atas permasalahan ini.
Praktisi Antropolog Yando Zakaria mengatakan, salah satu hal yang membuat masyarakat Indonesia semakin intoleran adalah persoalan hukum yang tidak terimplementasikan secara baik. Salah satunya adalah adanya aturan yang biasa digunakan dalam kasus penistaan agama yaitu undang-undang (UU) No. 1/PNPS/1965 tentang Penodaan Agama.
"Kita perlu berpikir ulang UU penistaan agama. Ini bukan persoalan agama. Penistaan agama menjadi sangat relatif, dan bisa dipolitisasi," kata Yando usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Presiden, Senin (16/1).
Pasal penistaan agama pun sangat mudah digunakan oleh siapa saja untuk menuruh orang lain bahwa mereka menistakan agama tertentu. Hal ini harus segera ditindak secara tegas agar pasal atau undang-undang penistaan agama tidak membuat negara ini terpecah belah.
Yando menjelaskan, di banyak negara khususnya yang menganut demokrasi, UU yang menyangkut tentang penistaan agama telah dihapuskan. Namun, Indonesia masih mempunyai UU ini, padahal negara ini pun adalah negara demokrasi.
Menurut Yando, saat ini laporan atas penistaan agama yang dibuat oleh masyarakat terlihat tidak relevan. Mereka hanya menyebut seseorang menistakan agama tanpa tahu konteks penistaan agama secara utuh.