Senin 16 Jan 2017 13:22 WIB

Ini Alasan PAN Usulkan Ambang Batas Parlemen dan Presiden Nol Persen

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Angga Indrawan
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi
Foto: vivayogamauladi.com
Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Viva Yoga Mauladi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP PAN Viba Yoga Mauladi mengungkapkan, pihaknya sudah memberikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) untuk revisi UU Pemilu. Dalam DIM tersebut, PAN mengusulkan Parliamentary Treshold (PT) nol persen.

Menurutnya, PT digunakan sebagai alat untuk menyederhanakan jumlah partai politik di Parlemen. Tapi ternyata hal itu tidak efektif. Buktinya sejak Pemilu 2004 dengan PT 2,5 persen menghasilkan 9 partai. Saat pemilu 2014, dengan PR 3,5 persen justru menempatkan 10 partai di Parlemen. 

"Disproporsionalnya semakin tinggi, maka akan mengurangi atau merendahkan tingkat representasi derajat keterwakilan. Itu akan menyebabkan suara sah nasional banyak yang hilang atau tidak bisa dikonversi menjadi kursi," kata Viva, saat dihubungi, Senin (16/1). 

Namun, jika usulan nol persen tidak disepakati, maka ia meminta PT tetap 3,5 persen. Sebab, Parpol lembaga pemersatu bangsa, sebagai faktor integrasi nasional, sehingga derajat representasi harus menyebar di pelosok negeri. 

"Kalau semakin tinggi, akan menyebabkan disproporsionalitas," ucapnya.

PAN juga mengusulkan Ambang Batas Presiden atau Presidential Treshold nol persen. Alasannya, saat ini partai -partai yang dapat mengusung pasangan calon hanya yang lolos PT 3,5 persen. 

Sehingga, tidak ada alasan lagi untuk dibatasi. Apalagi, dengan semakin tingginya ambang batas presiden, akan mengurangi tumbuhnya calon -calon presiden baru yang akan menghambat proses kompetisi.

"Selain itu, untuk membuka peluang regenerasi, artinya kan semakin banyak calon semakin bagus. Biar rakyat yang langsung yang menilai," ucapnya.

Meskipun nol persen, Viva yakin tidak semua partai akan mengusung calonnya masing -maisng. Bisa karena alasan kondisi politik, popularitas dan elektabilitas. "Pasti akan berkoalisi, karena harus realistis dan rasional," jelasnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement