REPUBLIKA.CO.ID, RANTAU -- Ribuan pohon cabai di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, terendam banjir akibat hujan yang terus menerus dalam beberapa pekan terakhir. Kondisi ini membuat para petani memanen cabainya lebih cepat kendati buah masih berwarna hijau,
Seorang petani cabai rawit Hiyung atau cabai khas desa Hiyung, Sungai Rutas, Kabupaten Tapin, Salmani mengatakan, hujan yang sering terjadi, membuat sebagian besar pohon cabai petani di desanya, rusak dan mati. Untuk menghindari kerugian yang lebih besar, kata dia, terpaksa petani cabai memanen lebih awal cabai-cabainya.
"Terpaksa dipetik walau masih hijau, dari pada menunggu merah tapi malah busuk," kata petani yang sudah lima tahun menekuni pertanian cabai ini.
Kondisi tersebut, membuat harga cabai Hiyung di Kabupaten Tapin dengan kualitas bagus, kembali meroket, dari sebelumnya Rp 110 ribu per kilogram, kini menjadi Rp 150 ribu per kilogram.
Salah seroang pedagang di pasar tradisional Keraton Rantau, marni mengatakan, kendati cabai Hiyung kini harganya tembus Rp 150 ribu, namun masih banyak yang memburu, permintaan terhadap cabai yang dinobatkan sebagai cabai terpedas di Indonesia tersebut, tetap banyak. Bahkan, untuk cabai Hiyung dengan kualitas kurang bagus, atau masih banyak yang warna hijau dan sebagian mulai membusuk, masih laku dijual dengan harga Rp 120 ribu per kilogram.
"Pembelinya masih banyak aja, tapi penjualnya yang berkurang, karena cabai memang sulit didapat dari petani," terang wanita asal desa Gadung Rantau tersebut. Pembeli cabai masih di dominasi oleh ibu-ibu rumah tangga dan pedagang sayur keliling, namun untuk pedagang makanan lebih memilih membeli cabai rawit dengan kualitas nomer dua atau yang kurang bagus.
"Kalau ibu rumah tangga paling beli yang sudah saya bungkus kecil-kecil dengan harga Rp 5 ribu per bungkus," katanya.