REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI – Masa jabatan gubernur Papua Barat, Abraham Octavianus Atururi, akan berakhir pada 17 Januari 2017. Karena itu, pemerintah pusat akan menentukan penjabat (Pj) gubernur sejak tanggal itu hingga pelantikan gubernur Papua Barat terpilih hasil Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan pada 15 Februari 2017 mendatang.
Atas kondisi itu, Ketua DPR Papua Barat, Pieter Kontjol, mengatakan, pada Selasa (10/1), DPR Papua Barat telah melaksanakan paripurna usulan penetapan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur Papua Barat yang akan berakhir masa jabatannya pada 17 Januari 2017. “Hal tersebut dilakukan sesuai dengan UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Pieter melalui siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Selasa (10/1). Selanjutnya, tinggal menunggu Pj gubernur yang akan ditunjuk oleh pemerintah pusat.
Pieter menjelaskan soal tugas dan tanggung jawab Pj gubernur Papua Barat yang akan dipilih oleh presiden berdasarkan usulan menteri dalam negeri. Secara umum, PJ gubernur bertugas untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan sejak 17 Januari hingga pelantikan gubernur Papua Barat terpilih hasil Pilkada Serentak 2017.
Secara khusus, Pj gubernur bertugas untuk memastikan pelaksanaan Pilgub Papua Barat dan pilkada di kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat berjalan tertib dan bermartabat. Selain itu, juga menetapkan tindak lanjut pelaksanaan APBD Provinsi Papua Barat tahun 2017, penataan perangkat daerah dan pengisian jabatan perangkat daerah, serta memimpin pelaksanaan otonomui khusus (Otsus) yang antara lain melakukan perekrutan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRP PB) periode 2017-2022.
“Dan yang tak kalah penting adalah soal kebijakan stratetgis lainnya di Papua Barat,” kata Pieter.
Sementara itu, Ketua MRP PB,Vitalis Yumte mengatakan, penetapan Pj gubernur sepenuhnya merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. Namun, Vitalis menggambarkan sosok Pj gubernur yang ideal yang layak dipertimbangkan untuk dipilih oleh pemerintah pusat.
Di antaranya yaitu, sosok yang memiliki pengetahuan luas soal kebijakan otonomi khusus yang mencakup perlindungan, keberpihakan pemberdayaan dan penghormatan terhadap orang asli Papua. Karena, hal ini menjadi landasan utama pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Papua Barat.
“Kebijakan Otsus yang demikian penting ini tidak bisa dikelola dan dipahami sepintas lalu, melainkan harus dipahami dengan mendalam dan komprehensif, serta dikelola dengan hati. Untuk itu, penting sekali kehadiran figur Gubernur (Penjabat Gubernur) yang memahami dan berpengalaman dalam pelaksanaan kebijakan otsus Papua Barat,” kata Vitalis.
Sehingga, Vitalis memberi masukan kepada pemerintah pusat agar sosok Pj gubernur yang dipilih adalah yang sudah memiliki bekal wawasan dan pengalaman dalam pelaksanaan Otsus Papua. Selain itu, sudah mengenal dan berpengalaman terjun langsung ke berbagai daerah di Provinsi Papua Barat.
Tidak kalah penting, sosok Pj gubernur itu harus memiliki pengalaman dan hubungan koordinasi yang sinergis dengan jajaran Gubernur Papua Barat, MRP PB, Dewan Perwakilan Rakyat Papua Barat (DPRPB), dan pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya di Provinsi Papua Barat.
“Pertimbangan kriteria figur di atas, serta didukung tiga (3) Pilar Penyelenggara Pemerintahan Otsus (Gubernur, DPRPB, dan MRP PB), diharapkan konsistensi dan akselerasi pembangunan dalam kerangka kebijakan otsus dan kebijakan strategis lainnya akan berjalan lebih maksimal,” kata Vitalis.