REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Untuk menekan penyaluran beras sejahtera (rastra) yang tidak tepat sasaran, Pemkan Banyumas tidak hanya menggunakan cara penggunaan stiker 'Saya warga miskin' yang ditempel di rumah-rumah warga miskin. Namun juga akan menerapkan sistem voucher dalam pendistribusian rastra tersebut.
Asisten Perekonomian Pembangunan dan Kesejahteraan Rakyat (Asekbangkesra) Sekretariat Daerah (Setda) Banyumas, Didi Rudwianto, menyebutkan dengan sistem ini, maka rastra tidak langsung dibagikan pada warga. Namun harus diambil sendiri oleh warga yang sebelumnya telah mendapat voucher.
''Sedangkan pengambilkan, tetap dilaksanakan di masing-masing kantor desa. Tentunya, tetap dengan cara harus menebus dengan harga Rp 1.800 per kg,'' jelasnya, Selasa (10/1).
Menurutnya, dengan cara seperti ini, maka beras dari Bulog yang sebelumnya didrop di masing-masing kantor desa, tidak lagi diambil pengurus di masing-masing RT untuk kemudian dibagikan pada warga. Namun harus diambil langsung oleh warga yang memegang voucher.
''Dengan demikian, sudah tidak bisa lagi rastra yang diambil oleh masing RT kemudian dibagi-bagi pada warga yang tidak berhak. Namun harus diambil langsung oleh warga yang berhak dan memang masuk dalam daftar RTS (Rumah Tangga Sasaran),'' jelasnya.
Didi mengaku, untuk masalah ketepatan sasaran penerima raskin, Kabupaten Banyumas sebenarnya sudah masuk peringkat enam terbaik di Jawa Tengah. Dengan demikian, penyaluran raskin yang tidak tepat sasaran sebenarnya terlalu banyak.
''Namun kita akui, sejauh ini masih tetap ada warga tidak berhak yang masih menerima raskin. Karena itu, untuk lebih mengeliminir penyaluran yang tidak tepat sasaran, kita masih akan perbaharui sistem distribusinya,'' jelasnya.
Dalam sistem voucher yang diterapkan pemerintah pusat, Didi menyebutkan ada beberapa daerah yang memang mulai melaksanakan sistem tersebut. Namun sistem voucher yang diterapkan pemerintah, tidak hanya terbatas pada penukaran beras. Warga miskin yang mendapatkan voucher, bisa menukarkan voucher-nya dengan berbagai bahan sembako.
''Pemkab Banyumas sebenarnya juga mengusulkan pada Kemensos bisa menjadi pilot project. Namun belum dikabulkan pemerintah,'' jelasnya.
Mengenai jumlah penerima rastra tahun 2017, Didi mengakui, jumlah penerima atau RTS di Kabupaten Banyumas memang mengalami penambahan. Dengan adanya penambahan tersebut, Didi berharap, warga miskin yang tadinya belum tercantum dalam daftar RTS, bisa masuk dalam daftar tersebut.
''Secara tidak langsung, hal ini juga bisa makin meminimalisir adanya penyaluran rastra yang dianggap tidak tepat sasaran. Hal ini karena warga miskin yang tadinya tidak masuk RTS namun menerima raskin yang dibagi oleh pihak RT, akan bisa masuk secara resmi dalam daftar RTS penerima rastra,'' katanya.
Juru bicara Bulog Sib Divre IV Banyumas, Priyono, sebelumnya menyebutkan bahwa pagu kuota RTS yang berhak mendapatkan rastra pada tahun 2017 di wilayah eks Karesidenan Banyumas, mengalami penambahan sebanyak 28.260 KK. Jika pada tahun 2016 tercatat hanya 415.333 KK, yang berhak mendapat raskin, maka pada tahun 2017 bertambah menjadi 443.593 KK.
Berdasarkan data dari Pemprov Jateng, Priyono juga menyebutkan, kabupaten yang paling banyak mendapat tambahan kuota rastra, adalah Kabupaten Banyumas. Pada tahun 2017 ini, Kabupaten Banyumas mendapat tambahan kuota raskin sebesar 12.442 KK, dari 124.442 KK menjadi 136.864 KK.