Selasa 03 Jan 2017 20:23 WIB

Kisah Haji Damanhuri Zuhri, Jurnalis Peliput Perang Teluk

Seorang wanita dan anak-anaknya di kemah pengungsi Turki pada akhir Perang Teluk pertama
Foto: ROL
Pimpinan Daarul Quran, Ustaz Yusuf Mansur (kiri) berbincang bersama wartawan Republika, Damanhuri Zuhri (kiri)

Damanhuri beberapa hari di Baghdad. Reportase-nya tentang suasana di Baghdad menghiasai halaman pertama Republika. Damanhuri mendengarkan langsung suara tembakan, dentuman bom maupun suasana kekerasan dalam kawasan yang tengah berkecamuk perang. Atas alasan keamanan dan semakin memburuknya situasi di Baghdad, dia kembali ke Amman Yordania. Kalau tidak salah, beberapa waktu kemudian hotel itu luluh lantak akibat serangan bom tentara koalisi.

Nisa (yang saat 13 tahun lalu masih dalam kandungan), juga Nadia dan Faiz tentu bangga akan dedikasi ayahnya menjalankan pekerjaan sebagai wartawan. Meninggalkan anak dan isteri yang sedang hamil bertaruh nyawa menjalankan liputan di medan perang. Meski waktunya nyaris habis untuk pekerjaan dan kegiatan lainnya, Damanhuri adalah sosok yang amat perhatian terhadap tiga anaknya.

Damanhuri bukan saja wartawan tulen, namun juga memiliki kepiawaian dakwah bil lisan. Beberapa kali isteri saya mengundang sebagai nara sumber dalam pengajian di mushola dekat rumah kami. Setiap menyampaikan ceramah dia minta speaker mushola dimatikan. Materi ceramahnya enak dan mudah dipahami serta disenangi jamaah karena diselingi humor-humor segar.

Namun, kemarin tenggorokan saya tercekat saat menghampiri Nadia di samping jenazah ayahnya terbaring.

"Ini yang terbaik untuk ayah om," ujar Nadia.

 

* Aris Eko Sediono, mantan jurnalis Republika/kini Pimred Teropongsenayan.com

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement