Senin 02 Jan 2017 22:53 WIB
Refleksi 2016

ICMI: Indonesia Dilanda Bencana Alam dan Sosial

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agus Yulianto
Warga melintasi jembatan yang rusak pascabanjir luapan Sungai Bugha di Desa Bugha, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (2/1).
Foto: Antara/Ampelsa
Warga melintasi jembatan yang rusak pascabanjir luapan Sungai Bugha di Desa Bugha, Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Senin (2/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Percepatan Pembangunan Daerah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Farouk Muhammad mengatakan, tahun 2016 menjadi tahun refleksi bencana bagi bangsa Indonesia. Baik itu bencana alam maupun 'bencana sosial'

 

“Bencana alam yang datang silih berganti sepanjang tahun 2016 telah menyebabkan kerugian materi dan non-materi yang besar,” ujar Farouk Muhammad dalam rangka proyeksi awal tahun 2017 dan refleksi akhir tahun 2016 di Jakarta, Senin (2/1).

Farouk yang belum lama ini mengunjungi dua lokasi bencana terbesar gempa bumi di Aceh dan banjir bandang di Bima mengatakan, bencana alam terjadi akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, alih fungsi lahan, hingga penyempitan sungai yang berkontribusi terhadap tingginya bencana alam. Menurut dia, harus ada evaluasi yang komprehensif dalam bidang kebencanaan agar Indonesia menjadi negara yang tangguh bencana dan warganya waspada bencana. Di sisi lain, kata dia, pemanfaatan sumber daya alam juga harus berkelanjutan.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama 2016 terdapat 2.342 kejadian bencana yang didominasi oleh banjir, longsor, dan puting beliung. Angka tersebut 35 persen lebih tinggi dari tahun 2015 (1.732 bencana) dan merupakan kejadian tertinggi sejak 2002. Walaupun kerugian materi diperkirakan tidak mencapai Rp 50 triliun, namun bencana tersebut menyebabkan 522 orang meninggal dunia dan hilang, serta 3,05 juta jiwa mengungsi. Tidak hanya itu, 69.287 unit rumah mengalami kerusakan, termasuk di antaranya 2.311 unit fasilitas umum.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ini menyebut di kala tingginya bencana alam sepanjang 2016, bangsa Indonesia juga diterpa 'bencana sosial'. Yakni perbedaan persepsi yang tajam di dalam masyarakat dalam memaknai kehidupan berbangsa dan bernegara yang berpotensi memecah-belah keutuhan bangsa.

Farouk mengatakan, jika pada awal pascareformasi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa Indonesia diterpa berbagai konflik komunal secara fisik, maka sepanjang 2016 kehidupan berbangsa tercoreng oleh 'bencana sosial’ yang sesungguhnya lebih dahsyat, baik dari dalam. Misalnya, semakin maraknya peredaran narkoba dan perkelahian antara kampung di beberapa daerah, maupun dari luar negeri, seperti terorisme, ISIS, tenaga kerja asing (TKA), dan komunisme.

"Bencana demikian juga dipicu oleh kesenjangan sosial, ekonomi, politik yang masih membayangi kehidupan bangsa Indonesia," ujarnya.

Berbagai aksi unjuk rasa yang dilakukan berbagai elemen masyarakat di berbagai tempat karena perbedaan persepsi maupun pandangan dinilai sah-sah saja, sepanjang tetap dalam koridor hukum dan menjungjung nilai-nilai hak asasi manusia (HAM). "Tetapi, semakin gencar kita mempersoalkan kebinnekaan, intoleransi, dan sebagainya, saya khawatir justru akan mempertajam perbedaan, bahkan dapat menjurus pada disorganisasi dan disintegrasi," ujar lulusan Universitas Florida AS tersebut.

Guru Besar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) mengimbau hendaknya setiap warga bangsa menjunjung tinggi etika dalam kehidupan berbangsa. Pemerintah harus terus mengupayakan terwujudnya keadilan dalam berbagai aspek, mulai ekonomi (pemerataan pendapatan dan pembangunan, termasuk ketenagakerjaan), sosial-politik, hingga penegakan hukum yang berkeadilan.

Menurut dia, berbagai bencana sosial yang terjadi sepanjang 2016 sesungguhnya harus dikelola sebagai peluang untuk membangkitkan kesatuan bangsa. "Semakin kita fokus pada ancaman dari luar, semakin rekat semangat nasionalisme kita," kata Farouk.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement