Sabtu 31 Dec 2016 22:48 WIB

Kasus Ahok Masih Jadi Tantangan Penegak Hukum di 2017

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hadir di persidangan, Selasa (27/12).
Foto: Dian Fath Risalah/Republika
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hadir di persidangan, Selasa (27/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR RI Aboe Bakar Alhabsyi menilai isu keadilan masih banyak yang menjadi persoalan dan mengundang pertanyaan publik. Misalnya saja terkait kasus dugaan penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama, ataupun kasus-kasus lain yang melibatkan Buni Yani, Ranu Muda, Siyono, dan Dahlan Iskan.

Khusus kasus dugaan penodaan agama yang dilakukan Ahok, Aboe menilai hal itu akan menjadi tantangan bagi penegakan hukum dalam mengelola kepercayaan publik. Meskipun kasus tersebut telah terjadi, Aboe menilai umat Islam tetap melakukan aksi damai yang tercermin dalam Aksi 411 dan 212.

“Selain itu, aksi 411 dan 212 menunjukkan komitmen masyarakat dalam menjalankan negara hukum dan melakukan //eigenrichting//. Aksi 411 dan 212 menunjukkan kualitas peradaban kita dalam penegakan hukum, meski agamanya dinista mereka membuat aksi damai,” ujar Aboe dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (31/12).

Dalam hal lembaga permasyarakatan (LP) yang kelebihan kapasitas, dia menyebut persoalan tersebut masih menjadi persoalan laten Kementerian Hukum dan HAM. “Mengurai over capacity lapas masih menjadi pekerjaan Kemenkumham di 2017, perlu kerja keras untuk itu,” kata politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Secara khusus dan mendalam, Aboe juga menekankan soal pemberantasan narkoba yang sudah masuk dalam level darurat. Menurut info dari BNN, setidaknya ada 50 orang tewas tiap hari akibat narkoba. Selain itu, telah ada 15 ribu generasi muda yang tewas karena narkoba. Di daerah pemilihannya sendiri yakni Kalimantan Selatan merupakan peringkat pertama se-Kalimantan dan lima nasional soal bahaya narkoba.

Meski begitu, Aboe mengapresiasi kinerja BNN dalam pemberantasan narkoba. Menurut Aboe, telah ada peningkatan kinerja pemberantasan narkoba, baik secara kualitas maupun kuantitas. “Di tangan Pak Budi Waseso, BNN mampu membongkar jaringan internasional, banyak jalur peredaran narkoba dihancurkan. Seolah tak kompromi, bila ada pejabat ataupun oknum yang terlibat, jajaran BNN langsung sikat habis,” ujar Aboe.

Aboe mencontohkan di Kalimantan Selatan pada pertengahan 2016, BNN melakukan penghadangan 11 juta butir narkoba plus empat ribu pil Dextro di pelabuhan. Bahkan, menurut catatan Aboe, di Kalimantan Selatan lebih dari 1.240 kasus telah diungkap sepanjang 2016 ini.

BNN juga membongkar berbagai modus baru masuknya narkoba ke Indonesia, salah satunya yang diselundupkan lewat tiang pancang beton, kantung teh, dan sintesis. Dengan demikian, BNN ke depan harus antisipasi serangan narkoba sebagai bentuk proxy war yang terbesar datang dari Cina, khususnya kepada anak-anak yang telah terjadi empat kasus narkoba kepada anak TK. Menurut dia, ini adalah ancaman mendatang.

Oleh karena itu, Aboe mendukung segala upaya yang dilakukan BNN dalam melakukan perang terhadap narkoba. Kepemimpinan Budi Waseso sebagai Kepala BNN yang tegas dan berani sangat dibutuhkan. Menurut dia, ke depan, perlu sinergi antar aparat penegak hukum secara optimal, setidaknya BNN dan kepolisian dalam penindakan. "BNN juga perlu meningkatkan kerjasama dengan pengamanan bandara (aviation security) untuk menangkal masuknya narkoba,” kata Aboe.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement