Sabtu 31 Dec 2016 01:40 WIB

Perdagangan Ilegal Satwa Liar Meningkat

Rep: Christyaningsih/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Pengunjung memotret burung elang di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu (18/7).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Pengunjung memotret burung elang di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, Sabtu (18/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Perdagangan ilegal satwa liar di Indonesia tahun meningkat jika dibandingkan tahun lalu. Juru kampanye Profauna Indonesia, Swasti Prawidya Mukti, menjelaskan sepanjang 2016 tercatat setidaknya ada 90 kasus perdagangan satwa liar yang dimuat di media massa. 

"Jumlah ini meningkat hampir 35 persen dibandingkan tahun sebelumnya," ungkap Swasti dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (30/12). Pada 2015 Profauna menemukan terdapat 67 kasus perdagangan satwa liar yang dimuat di media massa.

Ditinjau dari jenis satwa yang paling banyak diperdagangkan, data yang dihimpun Profauna menunjukkan, burung adalah kelompok satwa dengan jumlah kasus perdagangan tertinggi. Kelompok ini meliputi jenis burung paruh bengkok (nuri dan kakatua), jenis-jenis burung elang, jenis-jenis burung rangkong, hingga burung berkicau.

Dari segi volume, peringkat teratas diduduki oleh burung berkicau. Sepanjang 2016 ribuan burung berkicau seperti murai, cucak ijo, kacer, pleci, dan lain-lain.

Menurut pengamat dan pemerhati burung senior Profauna Made Astuti, maraknya hobi memelihara dan kompetisi burung berkicau terutama di Jawa, menjadikan burung-burung berkicau rawan diburu dan diperdagangkan. "Ini sangat miris mengingat sangat banyak di antaranya yang tidak dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya

Jika berkunjung ke pasar-pasar burung di Jawa, banyak sekali burung yang didatangkan dari Sumatra dan Kalimantan. Ini karena populasi mereka di Jawa sudah berkurang drastis. Selain burung berkicau, perbaikan nasib juga tak kunjung dialami jenis burung elang dan burung paruh bengkok yang sejak sekian lama semakin mengkhawatirkan keberadaannya.

Ekawati Kaaba, koordinator Profauna perwakilan Maluku Utara, menyatakan bahwa sejak tahun 1990-an hingga sekarang pola-pola yangdilakukan oleh para pemburu dan penyelundup burung paruh bengkok tidak banyak berubah. Hanya saja, di beberapa tempat populasi burung nuri dan kakatua sudah sangat sedikit bahkah punah di alam, sehingga lokasi perburuan telah bergeser.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement