REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Selain donor darah dan bazar, bedah buku Sekolah Nir Kekerasan yang diselenggarakan Sabtu (31/12) mulai pukul 15.00 WIB juga akan menjadi salah satu acara unggulan dalam rangkaian kegiatan Tabligh Akbar Republika 2016. Tidak hanya meghadirkan para penulis buku, seorang praktisi pendidikan juga akan dihadirkan dalam acara diskusi keilmuan ini.
Adapun pemateri dalam bedah buku terdiri dari dua penulis buku Sekolah Nir Kekerasan, yaitu Muhammad Nur Rizal dan Novi Candra. Sedangkan selaku pembedah buku adalah seorang teknokrat dan guru besar yang juga merupakan mantan Dirjen Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof Suyanto.
“Dalam acara bedah buku nanti kita akan berdiskusi mengenai bagaimana sistem yang baik untuk meniadakan kekerasan di tengah-tengah masyarakat,” kata Rizal pada Republika, Jumat (30/12).
Menurutnya, acara ini akan sangat bermanfaat terutama untuk memberi pemahaman pada masyarakat mengenai bagaimana sistem antikekerasan yang bisa diterapkan pada pendidikan Indonesia. Rizal menuturkan, di negara lain, sistem sekolah nirkekerasan sudah berjalan dengan sangat baik.
Salah satunya dimulai dari lingkungan pendidikan, dimana guru dan siswa diposisikan sebagai subyek. Sehingga mereka berhak menentukan capaian dan target dari sistem pendidikan yang mereka jalani. Sementara di Indonesia, sistem pendidikan berjalan dengan berbasis pada standar.
“Guru dan murid diposisikan sebagai obyek. Mereka harus mengejar standar-standar yang telah ditentukan. Sementara fasilitas dan sarana pendidikan di setiap daerah sendiri belum terstandarisasi dengan baik. Misalnya di Jawa dengan di luar Jawa kan beda kondisi sarana prasarananya,” tutur Rizal yang merupakan pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan.
Ia menilai, upaya penghapusan kekerasan di indonesia masih belum berbasis paradigma. Rata-rata masih bersifat reaksioner. Penanggulangan hanya dilakukan setelah kekerasan terjadi. Padahal penanggulangan kasus kekerasan akan lebih baik jika dilakukan secara preventif.
“Maka dari itu penting sekali bagi kita untuk membangun budaya pendidikan yang positif. Mulai dari kelas, sistem pengujian, dan metode pembelajarannya,” kata Rizal.
Buku Sekolah Nir Kekerasan sendiri telah mengupas tuntas berbagai sistem penanggulangan kekerasan di sembilan negara, seperti Australia, Norwegia, Inggris, dan Indonesia. Buku ini disusun oleh 28 penulis dan diharapkan mampu menjawab persoalan kekerasan yang selama ini terjadi di dalam negeri.
Sementara itu, Ketua panitia Tabligh Akbar Republika 2016, Agus Purnomo menuturkan, bedah buku menjadi salah satu kegiatan penting dalam agenda tahunan Republika kali ini. Hal itu disebabkan bedah buku mampu membuka ruang diskusi publik dan menambah wawasan masyarakat. “Buku Sekolah Nir Kekerasan yang akan dibedah nanti merupakan tema yang sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini,” ujar Agus.
Bedah buku 'Sekolah Nir Kekerasan' akan menjadi acara terakhir sebelum acara pamungkas Tabligh Akbar Republika 2016, yakni Tausiyah dan Muhasabah yang akan berlangsung Sabtu (31/12) pukul 19.30 hingga tengah malam.