Rabu 28 Dec 2016 21:50 WIB

Tinjauan Insiden Hotel Novita Jambi dari Sisi Manajemen Konflik

Red: M.Iqbal
Mochammad Farisi, Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi
Foto: Dokpri
Mochammad Farisi, Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh : Mochammad Farisi, Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jambi

Pada Jumat (23/12), rakyat Bumi Sepucuk Jambi Sembilah Lurah tersentak dengan kejadian yang sungguh sangat tidak bermartabat , yaitu pembuatan ornamen atau lafaz “ALLAH” yang diletakkan tidak sebagaimana mestinya di Hotel Novita. Tak ayal hal tersebut  memancing kemarahan umat Islam yang ada di Jambi. 

Mengikuti perkebangan kasus di media dan hasil diskusi dengan beberapa pihak, meskipun kepolisian masih melakukan penyelidikan, namun penulis yakin bahwa motif sebenarnya hanyalah ingin membuat konflik yang berujung pada memecah belah kerukunan umat beragama yang ada di Indonesia. Khususnya di Jambi yang terkenal sangat aman, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. 

Dalam kejadian ini penulis sangat mengapresiasi kinerja para pemimpin di Jambi, dalam hal ini gubernur, kapolda, danrem, walikota, dan seluruh elemen karena bergerak cepat menyelesaikan konflik ini sehingga tidak menimbulkan kerawanan yang berkelanjutan. Malam itu juga lokasi kejadian langsung diberikan sanksi penutupan sementara oleh Wali Kota Jambi dan sehari berselang gubernur dan Forkompinda berserta seluruh elemen masyarakat yang tergabung dalam berbagai ormas menyatakan sikap menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap pelaku serta sepakat untuk menjaga situasi dan kondisi yang kondusif di Prov. Jambi.

Penulis akan coba menganalisis kasus ini dari perspektif konflik. Konflik pada dasarnya merupakan suatu proses yang dimulai pada saat suatu pihak merasa dibuat tidak senang oleh pihak lain mengenai sesuatu yang oleh pihak pertama dianggap penting (dalam kasus ini lafaz ALLAH diletakkan di tempat yang tidak layak). 

Konflik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan pelakunya, berdasarkan penyebabnya, dan berdasarkan akibatnya. Berdasarkan akibatnya, konflik dapat bersifat baik atau buruk. 

Konflik merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan dan pertentangan antara dua motif yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan yang saling bertentangan. Apabila hal ini tidak dikendalikan secara baik akan menimbulkan dampak negatif yang pada akhirnya dapat menimbulkan perpecahan ditengah masyarakat. 

Namun apabila kita mampu mengelola konflik ini, justru akan menjadi kekuatan baru dan berdampak positif bagi integrasi masyarakat. Dalam perspektif konflik, maka konflik ini pada hakikatnya merupakan suatu proses dinamis yang sebenarnya dapat dilihat, diuraikan, dan dianalisis. 

Memang dalam pandangan tradisional konflik merupakan hal yang buruk, negatif, merugikan yang harus dihindari dan diatasi, namun dalam pandanangan interaksional konflik merupakan suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok (masyarakat Jambi) untuk berkinerja secara efektif. Dalam konflik “penistaan agama” ini penulis ingin masyarakat Jambi mengubah konotasi negatif dari konflik ini menjadi berkonotasi positif. 

Maksudnya mari kita jadikan kasus yang terjadi ini menjadi pelajaran penting bagi kita semua untuk lebih meningkatkan komunikasi dan penguatan hubungan antara semua elemen masyarakat. Sebab pada dasarnya perbedaan, pertentangan, dan konflik merupakan kewajaran dalam dinamika kehidupan manusia. 

Konflik tidak bisa dihindari tetapi bisa dikendalikan, dikelola bahkan disinergikan menjadi sesuatu yang dinamis. Dengan adanya konflik kita juga bisa menilai efektivitas kepemimpinan seseorang dari bagaimana ia mampu mengendalikan dan mengelola konflik. 

Bila kita mau tetap berpikir positif maka ada empat manfaat positif dari konflik ini

Pertama membangun keterpaduan kelompok. Selama ini banyak kelompok/ormas yang beridelogi sama tetapi sering berjalan sendiri-sendiri dalam mencapai tujuan yang sama. Sehingga dengan adanya kejadian ini semua sadar bahwa persatuan dan toleransi merupakan kunci sukses menjaga kemajemukan dan kedamaian di Bumi Nusantara. 

Manfaat yang kedua menciptakan kreativitas. Setelah kejadian ini pemerintah dan masyarakat perlu banyak membuat berbagai macam kegiatan yang menonjolkan toleransi dan kebinekaan seperti pameran budaya lintas agama, gathering atau outbond pemuda nusantara, dll. 

Manfaat ketiga yang dapat kita petik adalah terjadinya perubahan sosial yang konstruktif, dimana masyarakat merasa penting menjaga lingkungan masing-masing dan tidak mudah terpancing provokasi yang bertujuan mengadu domba masyarakat.

Dan manfaat keempat, peningkatan fungsi kekeluargaan/kebersamaan. Jelas sekarang telah terjadi degradasi moral dari generasi muda kita sehingga dengan adanya kasus ini lebih meningkatkan rasa kebersamaan, melatih diri untuk mendengar dan mempelajari perbedaan, minimalisasi ketidakcocokan antar umat beragama. 

Mari kita jaga Bumi Pertiwi ini, Bumi Sepucuk Jambi Sembilah Lurah. Kita semua satu, kita Indonesia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement