REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan koruptor tidak berhak mendapatkan hak untuk dilupakan (right to be forgotten). Hak ini adalah hak untuk menghapus informasi yang tidak relevan di internet.
TB Hasanuddin menyampaikan hal itu pada diskusi UU ITE di Jakarta, Rabu (28/12), saat memberikan penjelasan pasal 26 pada perubahan UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terkait hak untuk dilupakan tersebut. "Jangan sampai begini, koruptor minta 'right to be forgotten', enak aja," katanya dalam diskusi tersebut.
Hak untuk dilupakan sendiri diatur dalam pasal 26 ayat 3 pada UU ITE yang telah direvisi. Pasal tersebut menyatakan setiap penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan.
Dengan hak tersebut, seseorang dapat meminta agar penyelenggara sistem elektronik seperti Google, Facebook, dan lain sebagainya untuk menghapus informasi terkait dirinya sehingga tidak lagi muncul dalam internet.
Namun demikian, pengaturan lebih lanjut untuk penggunaan hak tersebut nantinya akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika masih menggodok peraturan pemerintah tersebut.
Menurut TB Hasanuddin, hak untuk dilupakan diberikan kepada korban sengketa ITE yang menang dalam proses pengadilan.
Ia mencontohkan, bila ada seseorang difitnah dan disebarkan melalui internet memiliki istri tujuh, padahal hanya satu. Kemudian hal itu diajukan ke pengadilan karena informasi tersebut merupakan fitnah. Dalam pengadilan orang itu memenangkan perkara tersebut sehingga informasi tersebut yang disebar merupakan hal yang tidak benar.
Untuk itu, ia dapat meminta kepada Google maupun media berbasis internet lainnya untuk menghapus informasi tersebut, sehingga tidak lagi muncul. Ia mengatakan, bila nantinya seluruh perangkat aturan telah ditetapkan, maka ia menyakini Google maupun pihak lainnya harus tunduk terhadap aturan tersebut.
Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Samuel Abrijani Pangerapan dalam kesempatan tersebut mengatakan, pihaknya masih menggodok rancangan peraturan pemerintah terkait implementasi hak tersebut.
Pihaknya juga menampung masukan dari masyarakat terkait penerapan hak untuk dilupakan tersebut, terutama subjek yang layak untuk mendapatkan hak tersebut.
Hak untuk dilupakan sendiri saat ini masih menjadi isu di sejumlah negara. Hingga kini belum ada praktik terbaik (best practice) penerapan hak tersebut.