REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menegaskan, bahwa KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dikenal sebagai pembela kelompok minoritas, tetapi minoritas yang tertindas. "Gus Dur itu membela minoritas yang tertindas, bukan minoritas yang berkuasa," kata Rizal dalam acara "Tahlil dan Manaqib Gus Dur Haul Ke-7 di Kantor DPP PKB, Jakarta, Selasa (27/12).
Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu juga memaparkan komitmen Gus Dur pada kemajemukan, yang akhir-akhir ini justru menjadi isu yang mengemuka sejak munculnya kasus dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurut Rizal, kalau persoalan itu tidak segera diselesaikan maka akan menjadi beban dan hambatan di tahun mendatang. "Toleransi itu bukan hanya dilakukan oleh yang mayoritas, tapi juga yang minoritas," kata dia.
Mantan Wakil Ketua Umum PBNU As'ad Said Ali mengatakan, pluralisme menjadi persoalan krusial saat ini. Namun, jika penyikapannya tepat maka tidak akan menimbulkan persoalan. Mengutip pernyataan Gus Dur, As'ad mengatakan, bahwa dalam konteks hubungan antarumat beragama, pluralisme lebih mengarah pada segi sosiologis, bukan teologis.
"Anak ideologis Gus Dur jangan salah menafsirkan pandangan Gus Dur ini. Kata Gus Dur sebagai Muslim kita harus menghargai kebajikan yang diberikan non-Muslim," kata As'ad.
Dalam kesempatan itu juga tampil sebagai pembicara Biksu Dutavira, Bupati Tegal yang juga seniman pedalangan Enthus Susmono, serta tokoh perempuan Nursyahbani Katjasungkana.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, acara itu diberi judul Manaqib Gus Dur yang artinya membaca perjalanan sejarah cucu pendiri NU KH Hasyim Asyari itu untuk diteladani. Menurut dia, hal yang bisa diteladani dari Gus Dur adalah dalam hal ketauhidan, kemanusian, keadilan, kebersamaan, silaturahim, dan perdamaian.
Ketauhidan atau keimanan Gus Dur, menurut Muhaimin, sudah sedemikian tinggi sehingga persoalan di dunia tidak ada yang benar-benar membuatnya merasa senang atau susah. Bahkan Gus Dur tak merasa kehilangan ketika dilengserkan dari jabatan presiden.
Sedangkan komitmen Gus Dur terhadap kemanusiaan, keadilan, kebersamaan, silaturahim, dan perdamaian tidak perlu diragukan lagi. "Semoga kita terus dapat berjuang meneladani dan melanjutkan cita-cita beliau," kata Muhaimin.