REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) tidak sepakat dengan putusan majelis hakim yang membebaskan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim La Nyalla Mahmud Mattalitti.
"Majelis hakim 3 dan 4 itu sependapat dengan penuntut umum. Pertimbangannya sudah jelas tadi. Pertama, pertanggungjawaban pidana itu tidak dapat diwakilkan sedangkan terdakwa kan selaku Ketum, sementara kerugian negara seolah-olah sudah dipertanggungjawabkan oleh Diar dan Nelson. Kami tidak sependapat karena pertanggungjawaban pidana tidak bisa diwakilkan, itu pertama," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim I Made Suarnawan di pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (27/12).
Majelis hakim pada hari ini memvonis La Nyalla Mattaliti, meski JPU menuntut La Nyalla selama 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,1 miliar karena melakukan korupsi dana hibah pengembangan ekonomi provinsi Jatim sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp 26,654 miliar.
Dalam putusannya, majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Baslin Sinaga, Mas'ud, Sigit dan Anwar menyatakan bahwa La Nyalla tidak terbukti merugikan keuangan negara.
Terlepas dari alasan penuntut umum yang menyatakan penyelewengan hibah merugikan keuangan negara hingga Rp 26,5 miliar sudah dipertanggungjawabkan oleh saksi Diar Kusuma Putra (Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Jaringan Usaha Antar Kadin Jatim) dan saksi Nelson Sembiring (Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Kadin Jatim) yang sudah diputus perkaranya di Pengadilan Negeri Surabaya dan diterapkan pasal 55 sehingga jelaslah terdakwa La Nyalla tidak pernah dilibatkan dalam perkara dana hibah tersebut.
"Sehingga kerugian negara Rp 26,5 miliar tidak dapat lagi dimintakan pertanggungjawabannya kepada terdakwa La Nyalla karena sudah ditanggung oleh Diar dan Nelson," kata anggota majelis hakim Sigit.
Nelson Sembiring sudah divonis 5 tahun 8 bulan sedangkan Diar Kusuma Putra dihukum 1 tahun penjara 2 bulan. Kedua soal pembelian IPO, kan Rp5,3 berasal dari dana hibah. Dana hibah ini otomatis belum pernah dkembalikan, meski seolah-olah sudah dikembalikan pada tahun 2012 padahal kenyataannya tidak pernah dikembalikan.
"Dilihat dari alat bukti kita materai yang ditempelkan di 5 kuitansi tahun 2014. Berarti seolah-olah dibuat 2012 sementara materainya baru dicetak 2014. Tidak nyambung kan logikanya begitu? Berarti itu hanya alasan seolah-olah sudah ada pengembalian," tambah Made.
Mengenai keuntungan Rp 1,1 miliar yang dalam tuntutan jaksa berasal dari hasil penjualan saham IPO Bank Jatim yang pembelian dananya disebut menggunakan dana hibah, hakim mengatakan uang pembelian saham itu sudah dikembalikan.
"Terkait uang Rp 1,1 miliar, majelis hakim mempertimbangkan, di persidangan telah diperiksa saksi dan ahli. Dari keterangan saksi Diar dan Nelson, menyatakan pinjaman adalah penggunaan dana hibah sudah dikembalikan pada 2012 tapi tidak dibuat kuitansi resmi karena hanya dengan catatan kecil. Saksi Diar menyatakan terdakwa diminta untuk melengkapi administrasi karena ada yang telah ketelingsut," kata anggota majelis hakim Mas'ud.
Pengembalian dana pembelian sebesar Rp5,3 miliar itu dilakukan secara bertahap sebanyak 5 kali namun tidak tercatat dalam pembukuan dan tidak ada bukti. Kadin Jatim administrasinya tidak tertib bahkan buruk. Kadin jatim yang menyalahgunakan dana hibah yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 26,5 miliar.
"Berdasarkan keterangan dan 3 alat bukti yang sah, majelis hakim berkeyakinan uang Rp 5,3 miliar telah benar dikembalikan ke Kadin Jatim. Berdasarkan pendapat ahli, uang Rp 5,3 miliar tersebut juga sudah termasuk yang dipertanggungjawabkan saksi Diar dan Nelson dan uang yang dikembalikan tidak dikembalikan ke rekening tapi langsung digunakan untuk kegiatan Kadin," ungkap hakim Mas'ud.
Sedangkan mengenai bukti materai tempel Surat Pengakuan Hutang yang seolah-olah dilakukan pada tanggal 9 Juli 2012 padahal materai baru dicetak oleh Perum Peruri pada tanggal 11 Juni 2014, hakim menilai hal itu hanyalah urusan administrasi.
"Materai tempel yang tidak sesuai tahun pembuatannya karena catatat ketlingsut atau hilang hanyalah bersifat administrasi, sehingga menurut majelis hakim, unsur menguntungkan diri sendiri dan orang lain tidak dapat dibuktikan," kata haki Mas'ud.
Namun Made mengaku belum akan langsung mengajukan banding. "Pertanggungjawabannya tetap selaku Ketua Kadin, tidak bisa diwakilkan. Tadi majelis hakim yang dua orang dalam pertimbangannya memang sependapat. Tapi kita menghormati, kita masih diberi kesempatan untuk pikir-pikir," ungkap Made.
Dua hakim anggota yang merupakan hakim ad-hoc menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting oppinion). "Menimbang, akan tetapi dua hakim mengajukan dissenting opinion. Dana hibah tidak dibenarkan untuk digunakan di luar kegunaan yang disusun dalam proposal. Di satu sisi, telah mendelegasikan, tapi di sisi lain terdakwa tetap memantau penggunaannya dan mendatangi anak buahnya dengan demikian tedakwa tetap harus dimintai pertanggungjawabannnya," kata hakim Sigit.
Apalgi terdapat keuntungan Rp 1,1 miliar yang didapat dari hasil penjualan IPO Bank Jatim yang harus dikembalikan kepada negara karena diperoleh dari dana yang berasal dari negara.
"Pengembalian uang Rp 5,3 miliar tidak menghapuskan penyimpangan yang telah dilakukan. Terdakwa juga mengetahui dana hibah Kadin pernah dipinjam untuk persebaya yang tidak masuk dalam proposal kegiatan. Terdakwa juga kerap mengeluarkan cek kosong sehingga terdakwa tidak berhati-hati dalam mengelola keuangan kadin," tambah hakim Sigit.