REPUBLIKA.CO.ID, SABANG -- Nelayan Aceh tidak melaut untuk memperingati 12 tahun bencana alam gempa bumi 9,3 Skala Richter (SR) yang disusul gelombang tsunami pada Senin (26/12).
Panglima Laot (Lembaga Adat Laut) Wilayah Kota Sabang Ali Rani, di Sabang menyampaikan setiap 26 Desember nelayan sepakat menghentikan semua aktivitas melaut. "Hari ini nelayan Aceh dan Sabang sepakat tidak melaut dan semua doa bersama di masjid-masjid, meunasah serta tempat umum lainnya untuk para syuhada korban tsunami 12 tahun silam," katanya.
Panglima Laot Wilayah Gampong (desa) Ie Meulee Saiful Bahri yang sering disapa Yah Ngoh di Pantai Jaya setempat juga mengatakan menurutnya musibah 12 tahun silam adalah tragedi terbesar. "Setiap 26 Desember tidak ada aktivitas melaut dan nelayan bersama masyarakat lainnya menggelar doa bersama," ujarnya didampingi sejumlah nelayan lainnya yang baru saja menghadiri doa bersama untuk para korban tsunami.
Ketika guncangan gempa yang disusul tsunami itu, pulau paling ujung barat Indonesia juga ikut diterjang gelombang besar tersebut. "Sabang tidak separah Banda Aceh, Meulaboh dan sekitarnya. Kalau enggak salah saya jumlah korban sekitar delapan orang, ada juga rumah warga yang rusak parah dan ringan," kata warga Sabang, Rudy.
Ada pun daerah yang diterjang tsunami di Sabang hanya di pesisir pantai meliputi, Iboih, Pantai Paradiso, Beurawang, Ujung Kareung, Anoi Itam serta Balohan. "Di pusat kota tidak ada gelombang tsunami waktu itu, hanya air bah yang meluap," kenang warga tadi.
Dampak dari guncangan gempa yang disusul tsunami diperkirakan hampir 280 ribu jiwa warga Aceh menjadi korban keganasan gelombang laut yang bercampur lumpur pada 26 Desember 2004. Gelombang tsunami waktu itu juga berdampak sampai Malaysia dan Thailand.
sumber : Antara
Advertisement