REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Setia Usaha baru saja tiba di Terminal Tirtonadi, Kamis (22/12) siang. Bus jurusan Matesih, Tawangmangu, Karanganyar-Solo itu menurunkan sejumlah penumpang sisa di jalur khusus. Setelah semua penumpang turun, sopir membawa bus menuju jalur keluar.
Di jalur tertentu, sopir menghentikan bus sejenak, menunggu ada penumpang yang naik sebelum kembali ke Karanganyar. Bus yang didominasi warna kuning itu berhenti, kendati demikian mesin bus tetap dalam kondisi menyala. Tak lama berselang, terdengar suara klakson bus itu berbunyi. Namun, suaranya jauh berbeda dengan bus lain pada umumnya. Klakson Setia Usaha mempunyai irama, durasinya pun cukup panjang. “Tet..tot..tet..Tet..tot..tet, Tet..tot..tet..Tet..tot..tet,” begitu sekilas suara klakson bus Setia Usaha. Saat ini, masyarakat mengenalnya dengan klakson Telolet.
“Bus saya punya tiga varian suara, pakainya empat terompet. Nggak terlalu keras sih,” tutur Sugino dalam perbincangan singkat dengan Republika.co.id pada Kamis (22/12) siang.
Sugino merupakan salah satu sopir yang memasang klakson telolet pada busnya. Ia kepincut teman-temannya sesama sopir bus yang memasang klakson itu. Dia juga sering menemukan remaja dan anak-anak di beberapa ruas jalan tertentu yang memintanya membunyikan klakson telolet. Sugino mengaku suara klakson busnya itu mampu mengusir jenuh saat mengendara. Dia juga gembira saat meyaksikan anak-anak yang mendengar suara busnya loncat kegirangan.
Tapi sebenarnya Sugino tahu, mengubah bunyi klaskon asli telah melanggar aturan. Dia pun kucing-kucingan dengan petugas jika membunyikan klakson di terminal untuk menggaet penumpang.
“Di sini (Terminal Tirtonadi) memang nggak boleh, di jalan saja saya bunyikan,” tuturnya sambil menginjak gas bus, jalan keluar meninggalkan terminal.
Republika.co.id kemudian menemui Agung Prabowo, seorang mekanik bus Gandhos jurusan Solo-Purwodadi-Blora. Dia sering dimintai jasa oleh para supir bus memasangkan klakson telolet. Baginya tak terlalu sulit untuk memasang klakson tersebut. Selain tentunya tombol klakson dan terompet atau corong, yang perlu ada juga yakni selang, tenaga pendorong angin, dan tak kalah penting adalah kelistrikan.
“Ada yang 12 volt ada yang 24 volt, tapi merek juga berpengaruh yang bagus suaranya itu biasanya pakai Markopolo,” tuturnya.
Menurut pria yang juga kerap menjadi sopir cadangan ini, ada bus yang memasang tiga hingga lima tombol klakson untuk menghasilkan nada yang berbeda. Namun, dia menjelaskan ada juga bus yang memasang delapan tombol klakson sehingga dapat memainkan nada solmisasi. Tapi tentunya harganya pun tak murah.
Untuk klakson dengan tiga tombol berikut ongkos pasang bisa menghabiskan Rp 600 ribu. Sedang untuk klakson solmisasi dapat menghabiskan ongkos Rp 1 juta – Rp 2,5 juta. Agung mengaku dirinya sebatas memasang, tetapi untuk klakson sendiri telah disediakan oleh supir. Biasanya, kata dia, sopir mendapatkan klakson telolet dari sesama supir.
“Ada yang dapatnya dari media sosial itu, dari sopir lain, sekarang yang jual banyak,” katanya.
Kepala Tata Usaha dan Informasi Terminal Tirtonadi, Joko Sutriyanto mengatakan pihaknya memang kerap melakukan pengecekan terhadap bus baik dalam maupun luar kota yang masuk ke Terminal Tirtonadi. Petugas melarang bus mengubah dan menggunakan klakson yang berbeda dari umumnya. “Kita larang itu karena menyalahi aturan, kalau kedapatan kita kenakan sanksi tilang, biasanya bus-bus luar kota yang masuk sini tidak dibunyikan tapi saat di luar dibunyikan,” kata dia.