Rabu 21 Dec 2016 08:23 WIB

BPS: Kasus Suami Memukul Istri Masih Tinggi

Kekerasan dalam rumah tangga/KDRT (ilustrasi)
Foto: www.jkp3.apik-indonesia.net
Kekerasan dalam rumah tangga/KDRT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Statistik Ketahanan Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Thoman Pardosi mengatakan, hingga saat ini masih banyak terjadi dan cukup tinggi kasus suami memukul istri di dalam rumah tangga Indonesia. 

"Kekerasan dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik dimana suami memukul istri minimal dengan satu alasan, masih terjadi cukup tinggi sebesar 25,86 persen," ujar dia di Jakarta, Rabu (21/12).

Menurut dia kekerasan terhadap perempuan merupakan tindakan berakibat kesengsaraan atau penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, Baik terjadi di depan umum atau dalam lingkungan kehidupan pribadi.

Ia mengatakan umumnya kekerasan terhadap perempuan telah dimulai dalam lingkup kehidupan keluarga yang disebabkan karena adanya ketimpangan atau ketidakadilan gender dalam pandangan kehidupan bermasyarakat. "Perbedaan peran dan hak antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga, seringkali menempatkan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dari laki-laki. Sehingga perempuan seringkali diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan," kata Thoman.

Data tersebut, kata dia merupakan kerjasama antara BPS dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun 2016, bertajuk Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Lebih jauh, data itu juga mencatat persentase rumah tangga di perkotaan yang menyetujui tindakan pemukulan terhadap perempuan dengan minimal satu alasan, sebanyak 21,65 persen.

Sementara itu, persentase rumah tangga di pedesaan yang membenarkan tindakan pemukulan terhadap perempuan minimal dengan satu alasan, lebih tinggi dibanding perkotaan, sebesar 30,04 persen. "Meski demikian, jumlah persentase rumah tangga di perkotaan dan pedesaan yang tidak membenarkan tindakan pemukulan terhadap perempuan untuk semua alasan, masih cukup tinggi yaitu 74,14 persen," ungkap Thoman.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement