REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menegaskan fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia dan organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang. "Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan 'sweeping'," kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta Pusat, Selasa (20/12).
Pernyataan Wapres tersebut ditegaskan menanggapi aksi ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping atau razia dengan dalih menegakkan fatwa MUI tentang larangan mengenakan atribut Natal. "Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi," kata dia.
Wapres menambahkan ormas harus mengerti bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya. "Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka," kata dia.
Karena itu, Wapres mengimbau agar aparat penegak hukum yang sah, yakni Polri untuk menindak ormas yang melakukan razia sewenang-wenang. Pada Senin (19/12), Kapolri Jendral Tito Karnavian melarang aksi sweeping atau razia di berbagai pusat perbelanjaan dan kantor-kantor perusahaan oleh kelompok masyarakat terkait fatwa MUI. Pernyataan Tito Karnavian itu disampaikan setelah muncul kemarahan publik, terutama melalui media sosial, atas tindakan ormas Front Pembela Islam (FPI) yang melakukan sweeping di pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya, Jawa Timur, Ahad (18/12).
(Baca Juga: Plt Gubernur DKI Sebut Fatwa MUI Soal Atribut Natal Disalahtafsirkan)