REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya melibatkan ahli bahasa untuk menghadapi sidang praperadilan Buni Yani. Ahli akan menganalisa video Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diposting Buni Yani dalam akun Facebook pribadinya.
"Sebagai ahli bahasa saya hanya bekerja berdasarkan fakta kebahasaan, jadi jika yang disediakan hanya gambar maka yang dimaknai hanya gambar, apabila disediakan perkataan dan gambar maka dimaknai semuanya," kata Ahli Bahasa spesialisasi Linguistik Forensik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Krisanjaya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (16/12).
Hal tersebut dikatakannya saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan praperadilan Buni Yani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agenda sidang adalah keterangan saksi ahli dari pihak termohon dalam hal ini Polda Metro Jaya.
Dalam video Ahok itu, Krisanjaya menyatakan, peristiwa berbahasanya lengkap karena terdapat tulisan dan video. Namun setiap orang memiliki tafsir yang berbeda-beda. "Nah yang saya sebut tafsir adalah makna orang demi orang, mana yang melihat kalimatnya tafsirnya begini, orang yang melihat videonya tafsirnya begini, dan orang yang lihat video dan tulisannya tafsirnya begini," ujarnya.
Ia pun sempat menjelaskan tentang kata "pakai" yang ada di dalam video Ahok dan kemudian dihilangkan saat Buni Yani menulis "caption" di akun Facebook miliknya. "Ini kan ragam keseharian sehingga menggunakan kata pakai, padahal bentuk formalnya memakai. Seharusnya dibohongi memakai Al-Maidah ayat 51, tetapi karena dipakai sehari-hari dengan ragamnya yang semiformal jadi dibohongi pakai Al-Maidah ayat 51," katanya.
Terkait dihilangkan kata "pakai" itu, ia menilai telah terjadi perubahan makna. "Jadi berbeda, dibohongi Surat Al-Maidah ayat 51 berarti Surat Al-Maidah yang berbohong. Kalau dibohongi pakai Surat Al-Maidah ayat 51, maka Surat Al-Maidah ayat 51 tidak berbohong, tetapi digunakan sebagai alat untuk berbohong. Contoh lain dibohongi pakai iklan, bukan iklannya yang bohong, iklannya digunakan untuk berbohong," katanya.
Sebelumnya, Buni Yani mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (5/12).
Gugatan praperadilan tersebut ditujukan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) cq Kapolda Metro Jaya, dan Dirkrimum Polda Metro Jaya dengan nomor registrasi 147/Pid.Prap/2016 PN Jakarta Selatan. Polda Metro telah menetapkan Buni Yani sebagai tersangka karena melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.