Rabu 14 Dec 2016 04:58 WIB

Ahok Dinilai Perlu Diberhentikan Sementara dari Gubernur Jakarta

Rep: Santi Sopia/ Red: Nur Aini
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersiap menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12).
Foto: Antara/Tatan Syuflana
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersiap menjalani sidang perdana kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Selasa (13/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Street Lawyer menilai Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus diberhentikan sementara dari jabatan sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal itu dinilai perlu dilakukan, kendati status Ahok saat ini adalah gubernur nonaktif.

"Kami meminta pak Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia untuk segera melakukan pemberhentian sementara kepada saudara Basuki Tjahaja Purnama alsias Ahok dari jabatanya sampai dengan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde)," kata Mohammad Kamil Pasha, S.H., Direktur Legal LBH Street Lawyer dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Selasa (13/12) malam.

Menurut dia, permintaan itu juga sehubungan telah ditetapkannya Ahok sebagai terdakwa dalam perkara dugaan tindak pidana penodaan agama. Di mana terdakwa ditetapkan melanggar Pasal 156a huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara. Selain itu, sebagaimana Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, maka berdasarkan Pasal 83 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, seorang kepala daerah dan atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD.

Pasal 83 ayat (1) berisi mengenai hukuman tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI). Sementara Pasal 83 ayat (3) berbunyi, pemberhentian sementara kepala daerah dan atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan atau wakil wali kota..

"Kami sampaikan hal ini berdasarkan hukum dan untuk kepentingan penegakkan hukum di RI," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement