Jumat 09 Dec 2016 22:50 WIB

Putusan MA tak Mengharuskan Pabrik Semen Rembang Tutup

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yudha Manggala P Putra
Progress Pembangunan Pabrik Semen di Rembang
Foto: dok Semen Indonesia
Progress Pembangunan Pabrik Semen di Rembang

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Putusan Mahkamah Agung (MA) terkait Peninjauan Kembali izin pendirian pabrik Semen Indonesia di Kabupaten Rembang tidak mengharuskan penutupan pabrik yang saat ini sudah hampir rampung.

Putusan MA yang tertuang dalam PK No. 99PK/TUN/2016 tersebut juga tidak menyatakan pabrik semen ‘pelat merah’ tersebut merusak lingkungan di sekitarnya.

Ketua Tim Advokasi Penyelamat Aset Negara, H Achmad Michdan SH mengatakan, dalam diktum putusannya, MA berpendapat kegiatan penambangan dan pengeboran di atas cekungan air tanah (CAT) pada prinsipnya tidak dibenarkan.

Namun demikian, untuk kepentingan bangsa dan negara yang sangat strategis dapat dikecualikan dengan pembatasan yang sangat ketat dan cara- cara tertentu serta terukur agar tidak mengganggu sistem akuifer.

Selain itu, diktum putusan tersebut terbatas pada hal yang menyatakan batalnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tertanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan dan mencabutnya.

“Kepada tergugat tidak ada perintah menghentikan kegiatan pabrik dan untuk kepentingan ini pabrik dapat pula melakukan perubahan izin lingkungan, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2008 atau perbaikan addendum Amdal yang diatur dalam Pasal 40 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2009,” jelasnya.

Michdan juga menyampaikan, hasil survei terbatas di lapangan –lingkungan pabrik semen dan lingkungan di sekitarnya— dalam 20 tahun terakhir telah terjadi aktivitas eksploitasi penambangan galian C.

Selama kurun waktu ini pula tidak pernah dilakukan audit lingkungan, baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah seperti yang dimaksud LSM, pegiat dan pemerhati lingkungan.                 

Namun proyek pabrik semen –belakangan-- dijadikan obyek langkah penertiban, sementara aktivitas penambangan yang telah berlangsung sekitar 20 tahun dan telah membuat cekungan besar tanpa reklamasi, tanpa ada keberatan dari pihak pegiat lingkungan maupun pemerintah.

Oleh karena itu, iapun meminta agar persoalan pro dan kontra pabrik semen ini harus disikapi secara bijak apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan sekitar pabrik semen Rembang selama ini. Termasuk bagaimana efek serta berbagai manfaat langsung dari pembangunan pabrik semen ini bagi masyarakat yang ada di lingkungan setempat, pemerintah daerah maupun bagi Pemerintah Pusat.

Hal ini setidaknya telah jamak disampaikan oleh masyarakat (warga) yang selama ini tinggal di kawasan ring I lokasi pabrik semen Rembang. Baik dari sisi penyerapan tenaga kerja, kemanfaatan yang diberikan melalui program CSR senilai lebih dari Rp 41 miliar.

“Mulai dari bantuan penguatan modal usaha, bantuan peningkatan ketrampilan, sarana prasarana air bersih, bedah rumah, beasiswa pendidikan, pembanguna MCK, pengobatan gratis, operasi amandel, operasi bibir sumbing dan lainnya,” tandasnya.

Tokoh masyarakat Tegaldowo, Joko Supriyanto mengatakan tidak ada industri milik negara, seperti pabrik Semen Indonesia yang dibangun untuk tujuan menyengsarakan kehidupan masyarakat.

UUD 1945 sudah menjamin kekayaan sumber daya alam dikelola, dimanfaatkan dan digunakan sebesar- besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Perbaikan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi pabrik semen di Rembang telah banyak dirasakan.

Warga di sekitar pabrik telah terserap untuk bekerja di pabrik. Warga ring I yang tidak ikut kerja di pabrik semen juga dapat merasakan manfaat dengan berdagang, membuka warung, katering,  jasa ojek dan lainnya. “Hutan juga semakin terjaga karena tidak ada lagi ‘blandhong’ yang melakukan perusakan dan penjarahan hutan,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement