Jumat 09 Dec 2016 20:32 WIB

Pemprov Jabar Usul Revisi UU Terkait Perumahan

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Dwi Murdaningsih
Perumahan, ilustrasi
Perumahan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Permukiman dan Perumahan (Diskimrum) mengusulkan agar aturan terkait pelaksanaan program perumahan dan permukiman dilakukan revisi. Hal tersebut penting untuk segera dilakukan karena terjadi tumpang tindih aturan atau kewenangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Kepala Diskimrum Jawa Barat Bambang Rianto menjelaskan, salah satu aturan tumpang tindih tersebut antara Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pengawasan Permukiman dan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Bambang menuturkan, tumpang tindihnya aturan tersebut mengakibatkan pelaksanaan program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) menjadi terganjal.

“Ada perbedaan antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintaha Daerah. Terkait Rutilahu di UU Nomor 23/2014 kewenangan untuk rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) menjadi kewenangan pusat,” kata Bambang dalam acara diskusi dalam rangka kunjungan kerja Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jumat (9/12).

Dengan situasi ini Bambang menyebutkan program Rutilahu jadi terganjal. Begitupun program sejuta rumah yang dicanangkan juga akan terganjal. Pasalnya, lebih banyak program sejuta rumah itu untuk MBR yang terbanyak. "Nah, ini mungkin perlu diperbaiki mungkin, perlu ditinjau ulang karena ini bertabrakan,” ujar Bambang di hadapan Wakil Ketua Komite II DPD RI Anna Latuconsina serta para anggotanya.

Selain itu, hal lainnya terkait penyediaan rumah bagi korban bencana. Hal ini mengacu pada program pembangunan rumah MBR yang hanya bisa dilakukan oleh Pemerintah Pusat, sementara pihak provinsi tidak diberikan kewenangan untuk menangani hal tersebut.

Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar yang juga hadir dalam diskusi ini mengungkapkan, bahwa revisi UU tersebut memang perlu dilakukan. Menurut Wagub, harus ada sinkronisasi antara UU Nomor 1 Tahun 2011 dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 terkait perumahan. Aturan tersebut harus jelas agar aparat pemerintah di daerah bisa melaksanakan program pembangunan dengan baik, sehingga tidak ada kebimbangan serta rasa takut akan sanksi yang bisa menjeratnya.

“Kita minta agar lebih sinkron seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 kewenangan antara pusat dan daerah itu tumpang tindih, kontradiktif di undang-undang tadi,” kata Deddy.

Dalam diskusi ini, Wagub pun meminta agar Pemerintah Pusat segera membuat aturan turunan dari undang-undang tersebut berupa Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Menteri terkait yang menurutnya masih sangat sedikit. Untuk itu, diharapkan Komite II DPD RI dapat mendorong Pemerintah Pusat melalui Kementerian PUPR untuk segera menuntaskannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement