Jumat 09 Dec 2016 03:26 WIB

'Jokowi Kapan Datang ke Sini, Kak?'

Rep: Issha Harruma/ Red: Damanhuri Zuhri
Petugas medis menangani seorang anak korban gempa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tgk Chik Ditiro Sigli di Pidie, Aceh, Rabu (7/12).
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Petugas medis menangani seorang anak korban gempa di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tgk Chik Ditiro Sigli di Pidie, Aceh, Rabu (7/12).

REPUBLIKA.CO.ID, PIDIE JAYA -- Enam anak laki-laki tampak riang bermain di atas gerobak tak terpakai di ujung kompleks pesantren Al Hijrah, Gampong Masjid Tuha, Meureudu, Pidie Jaya, Aceh. Raut wajah mereka tak menunjukkan ekspresi takut atau tertekan.

Antusiasme ditunjukkan saat saya mendatangi mereka dan mengutarakan niat untuk berbincang. Memang, tak semua bocah usia 9-14 tahun tersebut pandai berbahasa Indonesia. Namun, raut wajah dan bahasa tubuh mereka jelas menunjukkan sambutan hangat atas niat saya. "Selfie dulu kak, selfie," teriak mereka bersahut-sahutan.

Saya pun terpaksa mengangkat ponsel sederhana dan membidik kameranya ke arah mereka. Sontak, mereka langsung saling merangkul dan mengangkat tangan mereka dengan berbagai acungan jari. Ada yang mengacungkan jempol, jari telunjuk dan tengah, tak ketinggalan acungan tiga jari jari yang kerap digunakan para anak metal.

Usai melihat sejumlah foto hasil bidikan saya, kami pun mulai berincang santai. Mereka mengaku mulai berada di posko pengungsian pesantren Al Hijrah sejak hari pertama gempa pada Rabu (7/12) kemarin. Bocah-bocah ini pun mengaku menikmati tinggal sementara waktu di posko tersebut.

"Nginap di sini enak, ngerasa aman, nggak takut lagi sama gempa. Kalau di rumah takut runtuh rumahnya," kata Musyfil Ahzan (10), salah seorang anak, Kamis (8/12).

Siswa kelas 4 salah satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) di Meureudu ini pun justru mengaku senang berada di tempat pengungsian. Di posko tersebut, dia bisa bertemu dan bermain tanpa batasan waktu dengan teman-temannya yang juga mengungsi di sana. "Enak, jadi semangat, ngumpul sama kawan-kawan," ujar dia.

Hal senada disampaikan Agni Maulana (12). Siswa kelas 6 salah satu SD di Meureudu ini mengaku justru senang bisa tidur di posko pengungsian. "Mau tidur dag dig dug, takut kali. Tapi sekarang udah nggak takut lagi karena tidur di luar," kata dia.

Rekan mereka, Zulfahmi (14) mengaku mengalami sedikit ketakutan saat gempa terjadi. Namun, dia mengaku tidak mengalami trauma atau rasa takut yang berlebih usai kejadian tersebut. "Cuma kalau di dalam rumah atau ruangan memang masih takut. Nggak tahu lah kapan pulang ke rumahnya, tunggu berhenti dulu gempanya," kata Zulfahmi.

Saat kejadian, siswa kelas X salah satu SMA di Meureudu ini mengaku telah bangun dari tidurnya. Kala itu, dia sedang berada di ruang keluarga dan menonton televisi. "Tiba-tiba, goyang terus mati lampu. Langsung lah lari keluar semua kami, ngumpul di masjid Tuha ini (masjid di depan posko pesantren Al Hijrah)," ujar dia.

"Kencang kali, dahsyat gempa kemarin itu. Tanahnya sampai retak," kata Hafiz (11), rekan mereka menyambung kalimat Zulfahmi. Siswa kelas 5 di salah satu SD ini pun tiba-tiba bertanya kepada saya perihal kedatangan Presiden Jokowi ke posko pengungsian mereka.

Pertanyaannya ini langsung memancing kalimat serupa bernada antusias dari teman-temannya yang lain. "Jokowi kapan datang ke sini, kak?" "Bawa oleh-oleh nggak?" tanya mereka dengan senyuman lebar.

"Senang kali lah, kak, kalau Jokowi ke sini. Kami mau salim," kata Agni sambil sesekali melompat kecil. "Mau minta uang buat jajan," ujar Hafiz disambut gelak tawa teman-temannya yang lain.

Para bocah ini pun sepakat tak mempermasalahkan kondisi posko pengungsian yang ramai dan mengharuskan berdesakan dengan keluarga lain. Mereka pun tidak terlalu mengeluh meski tidur di luar ruangan dengan dinginnya malam dan serbuan nyamuk.

"Emang dingin, tapi nggak apa-apa lah. Maunya dikasih selimut, baju, makanan enak ke sini," kata Zulfahmi disambut anggukan tanda setuju dari teman-temannya.

Ibu Musyfil Ahzan, Nurlaila (31) saat ditemui Republika, mengklaim anaknya dan teman-temannya tidak terlihat trauma akibat gempa pada Rabu subuh kemarin. "Alhamdulillah, mereka nggak trauma. Contohnya anak saya dari pagi main terus. Syukur Alhamdulillah. Kalau trauma pasti tampak stres, ini Alhamdulillah biasa aja dia," kata Nurlaila.

Nurlaila mengatakan, meski tidak terlihat trauma, namun anak-anak yang berada di posko pengungsian tersebut masih takut untuk kembali dan tidur di rumah mereka. Hal ini juga terjadi pada tiga anaknya.

"Senang kali mereka tidur di luar karena suka dingin. Untung nyamuk nggak seberapa. Pokoknya mereka kayak nggak peduli sama kejadian ini," ujar dia.

Nurlaila pun berharap, berbagai pihak dapat memberikan bantuan sejumlah kebutuhan para pengungsi. "Yang penting makanan bergizi, selimut untuk tidur, susu untuk anak, pampers, roti untuk anak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement