Jumat 09 Dec 2016 00:02 WIB

Isu Boikot dan Gagapnya Sari Roti

Red: M Akbar
Firsan Nova
Foto: istimewa
Firsan Nova

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Firsan Nova (Managing Director NEXUS Risk Mitigation and Strategic Commnunication)

Salah satu fungsi utama Public Relation (PR) adalah memberikan klarifikasi atas isu yang beredar di masyarakat. Utamanya tentu isu negatif (unflattering media report or controversy) yang merugikan perusahaan. Namun demikian diperlukan keahlian dan jam terbang bagi PR untuk menilai apakah sebuah isu perlu diklarifikasi atau tidak.

Kasus klarifikasi Sari Roti terkait keterlibatannya pada aksi super damai 212 yang bertujuan clear the air justru berdampak sebaliknya. Publik merasa Sari Roti berlebihan, menjelaskan sesuatu yang tidak perlu. Lebih gawat lagi hal ini bisa berdampak pada boikot produk-produk Sari Roti yang saat ini merupakan market leader, yang menguasai pasar roti sebesar 75 persen.

Menilai isu boikot

Dalam menilai kekuatan sebuah isu terdapat tiga hal yang harus dicermati yaitu content of issue, source of issue dan public interest.

Saat ini publik merasa bahwa Sari Roti secara korporasi tidak mendukung aksi super damai. Sori Roti secara tegas menjelaskan posisinya yang bukan bagian dari aksi. Tegasnya berada pada posisi yang berbeda. Pertanyaannya adalah perlukah sebuah korporasi bersikap secara resmi atas aksi publik? Dan menjelaskan posisinya?

Saya rasa agak jarang dalam sejarah republik ini, sebuah perusahaan nekat masuk ke wilayah yang berbahaya ini, yang berdampak pada hilangnya konsumen. Artinya secara content of issue, isu boikot ini adalah isu yang penting dan mendesak untuk ditangani.

Kedua, berdasarkan source of issue, isu klarifikasi ini kebetulan bersumber langsung dari Sari Roti. Sehingga ini merupakan sikap resmi perusahaan. Adapun isu boikot bersumber langsung dari umat Islam peserta aksi super damai 212, yang juga sebagian adalah konsumen Sari Roti. Artinya source of issue adalah sumber yang reliable, layak untuk dipercaya.

Ketiga, dan ini yang paling penting, sejauh mana publik "membeli" isu boikot ini. Artinya betapapun kuatnya content of issue dan kuatnya kredibilitas sumber isu, tidak akan berpengaruh jika publik tidak peduli dengan isu boikot yang dilontarkan.

Hal ini terbukti pada banyak kasus termasuk kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika baru-baru ini. Trump diisukan berbagai hal negatif, diberitakan di media dengan reputasi tinggi, The New York Post; namun publik tidak terpengaruh. Maka menanglah Donald Trump.

Masalahnya Sari Roti salah melalukan public assessment. Peseta Aksi 212 dikenal militan, dengan disiplin dan solidaritas tinggi. Publik seperti itulah yang "dihajar" oleh Sari Roti. Publik yang sebagian adalah konsumennya.

Tugas PR

Sari Roti saat ini sampai pada point of no return, klarifikasi sudah dikeluarkan dan publik meradang. Sari Roti sebuah nama yang tadinya tiada diantara nama yang bermunculan di antara aksi 212 kini menjadi trending topic. PR litigation harus dijalankan, manajemen isu dan strategi krisis harus disusun dengan diawali stakeholder mapping.

Setiap publik berbeda, sehingga pola komunikasinya juga harus berbeda. Meminta maaf dan menjelaskan bahwa tiada maksud untuk menyinggung stakeholder primer menjadi penting. Membuat jembatan, membangun hubungan baik kembali menjadi lebih penting daripada membangun tembok, seperti di utarakam Isaac Newton, we build to many walls but not enough bridges.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement