REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu soal intoleransi mencuat dan menjadi fokus perhatian banyak pihak baru-baru ini. Perbuatan intoleransi juga kerap dihubungkan dengan agama.
Direktur Wahid Institute, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau akrab dipanggil Yenny Wahid mengatakan, perbuatan intoleransi bukan persoalan agama. Namun persoalan attitude manusia. Sebab, agama mengajarkan untuk mengayomi.
Apalagi Islam diharuskan melindungi yang lemah. "Intoleransi itu terjadi atas mayoritas terhadap minoritas, jadi bukan terjadi atas agama tertentu, jadi masalahnya attitude," kata Yenny Wahid kepada Republika.co.id saat Dialog Kebangsaan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kamis, (8/12).
Ia menerangkan, di Jawa yang menjadi korban non-Muslim karena mayoritas Muslim. Tetapi, di Papua yang menjadi korban adalah Muslim karena di sana yang menjadi mayoritas non-Muslim.
Ketika Gereja susah berdiri di Bogor, Masjid di Kupang juga susah berdiri. Jadi masalahnya ketika orang-orang merasa sebagai kelompok mayoritas.
Untuk memperbaiki sikap ini, kata dia, maka semua orang tidak boleh saling mau menang sendiri. Sebaliknya, semua orang harus mengembangkan sikap mengayomi sesama. "Kelompok minoritas adalah kelompok yang sudah lemah dalam jumlah, jangan lagi mereka dilemahkan dengan melalui diskriminasi," ujarnya.
Ia menegaskan, semuanya harus ingat, kalau memperlakukan orang lain di luar kelompoknya dengan semena-mena, maka orang dari kelompoknya mungkin akan diperlakukan semena-mena juga oleh kelompok lain. Jadi, intinya kalau ingin meneguhkan kembali kebangsaan, maka harus perlakukan orang lain dengan kelembutan dan penuh rasa cinta sebagai sesama warga Bangsa Indonesia