REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mengembangkan teknologi navigasi berbasis satelit di bandara. Kepala BPPT, Unggul Priyanto mengaku sudah menghabiskan dana kurang lebih Rp 12 miliar selama mengembangkan teknologi tersebut.
"Kami mulai mengembangkan teknologi ini pada 2007. Dari 2007 hingga sekarang sudah habis sekitar Rp 12 miliar," ujar Unggul saat konferensi pers di Jakarta Air Traffic Services Center (JATSC), Rabu (7/12) sore.
Unggul menjelaskan, pada dasarnya alat Automatic Dependent Surveillance – Broadcast (ADS-B) ini bisa digunakan di semua bandara. Alat tersebut berguna untuk melihat pergerakan di udara. Sehingga dapat mencegah kecelakaan antar pesawat.
Teknologi tersebut sebelumnya sudah diujicobakan di dua bandara, yaitu di Bandara Hussein Sastranegara Bandung dan Bandara Ahmad Yani Semarang. Paling lama di Semarang, kurang lebih tiga tahun. Dan hasilnya, Menristekdikti Mohammad Nasir mengatakan teknologi tersebut sudah mencapai tahap 9. Artinya sudah siap untuk dioperasikan.
Sementara itu Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, Suprasetyo menyatakan, logikanya jika alat tersebut buatan sendiri, maka harganya akan jauh lebih murah ketimbang harus impor dari luar negeri. Karena teknologi ini dibuat sendiri oleh anak bangsa, sehingga nantinya jika ada kerusakan pada alat tidak perlu mendatangkan teknisi dari luar negeri. "Jadi kalau ada kerusakan tidak perlu mendatangkan bule-bule ke sini, kita bisa sendiri."