Kamis 08 Dec 2016 10:13 WIB

Ekonomi Kopi Ala Petani Lembah Kerinci

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Aktivitas petani kopi di Lembah Kerinci.
Foto: republika/sapto andika candra
Aktivitas petani kopi di Lembah Kerinci.

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Ermiadi (53 tahun) tak malu-malu mengakui kalau dulu ia sempat menggarap lahan di dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Jambi. Aktivitas perkebunan di atas 1 hektare lahan konservasi ia lakukan selama dua tahun sebelum akhirnya ia memutuskan keluar dari kawasan dan menggarap kebun kopinya di tanah yang legal di Renah Pemetik, Kabupaten Kerinci. Ermiadi mengisahkan, kebunnya di dalam TNKS sempat ia gunakan untuk mengolah kopi robusta yang diminati pasar lokal.

"Dulu kami ikut-ikutan saja. Bahkan ada 100-an penggaran di sana (kawasan konservasi)," ujar Ermiadi.

Perlawanan Kopi di Kaki Kerinci

Ia mengungkapkan, masyarakat desanya sejak dulu masih terbiasa menerapkan pola ladang berpindah. Lahan dataran tinggi biasanya digunakan untuk menanam kopi robusta yang panennya hanya sekali dalam setahun. Pascapanen, pohon kopi akan ditebang untuk digantikan tanaman kayu manis. Namun masa panen kayu manis bukan dalam hitungan bulan, melainkan tahun. Butuh waktu 20 sampai 25 tahun untuk bisa memanen kulit kayu manis. Karenanya, masyarakat adat di kaki Gunung Kerinci kerap membuka lahan baru di dalam kawasan TNKS lantaran lahannya yang lama ditinggal untuk kayu manis.

Perpindahan Ermiadi ke 1 hektare lahan di Renah Pemetik bermula dari pengamatannya atas tetangga kanan-kirinya yang mulai beralih profesi menjadi petani kopi varietas arabika, satu varietas unggul yang banyak diekspor. Urusan materi pada akhirnya mendorong Ermiadi mengikuti jejak petani lainnya di Desa Adat Kemantan yang memiliki ajun arah atau lahan garapan adat di Renah Pemetik.

Ia beralasan, pengolahan kopi arabika bakal memberikan keuntungan lebih tinggi dibanding kopi robusta atau komoditas perkebunan lain termasuk kayu manis. Bagaimana tidak, harga jual biji kopi arabika dipatok dua kali lebih tinggi dibanding kopi robusta. Bahkan, dari segi jumlah biji yang dipanen, pohon kopi arabika juga bisa memberikan bobot panen yang jauh lebih banyak.

"Awalnya tertarik karena menengok perkembangan dari rekan-rekan. Masa depan arabika lebih oke. Harga lebih oke. Arabika dua kali lipat lebih banyak untungnya dari robusta," katanya.

Contoh sukses petani kopi ditunjukkan oleh Zukiar. Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kabupaten Kerinci ini mulai menggarap 1,5 hektare lahan di kaki Kerinci sejak 2012 lalu. Ia sendiri mengaku bahwa pendapatan sebagai petani kopi arabika bahkan lebih menjanjikan dibanding gajinya yang ia dapat sebagai PNS. Lahan yang ia tanami untuk 2.300 batang pohon kopi mampu menghasilkan panen setiap dua pekan sekali. Hasil panennya pun terbilang cukup besar, 75 kilogram (kg) gabah kopi sekali panen.

Bahkan Zukiar mengaku, tahun 2016 ini merupakan tahun terbaiknya selama mengolah kebun kopinya. Pertengah tahun ini misalnya, ia berhasil mengumpulkan 150 kg gabah kopi sekali panen. Dengan harga gabah kopi sebesar Rp 22 ribu per kg, ia mampu mengumpulkan rata-rata pendapatan sebesar Rp 3,5 juta per bulannya. Angka ini juga jauh lebih tinggi dibanding keuntungan yang ia dapat selama bertanam kayu manis sebelumnya. Menurutnya, uang hasil panen kayu manis memang terbilang tinggi namun keuntungan baru ia dapat setelah 20 tahun menunggu.

"Sedangkan kalau kopi arabika, dua minggu sekali saya bisa dapat duit. Rata-rata 1,7 juta-an per dua minggu atau 3,5 juta-an lah per bulan," ujar dia.

Zukiar tak mau kesuksesannya ia rasakan sendiri. Bersama dengan Akar Network yang kegiatannya dibiayai oleh Tropical Forest Conservation Action for Sumatra (TFCA-Sumatra), Zukiar berhasil mengajak 25 orang tetangganya untuk ikut bertani kopi arabika. Mereka semua membeli bibit yang dijual oleh TFCA seharga Rp 3 ribu per bibit. Uniknya, pembelian bibit boleh dilakukan dengan mencicil tanpa ada keterikatan yang ketat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement