REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Media Survei Nasional (Median), Rico Marbun menilai Aksi Bela Islam III yang digelar pada 2 Desember lalu semakin memperkuat pengaruh faktor keagamaan terhadap persepsi pemilih di Pilkada DKI 2017. Ia mengatakan kondisi semacam itu memberi warna tersendiri bagi dinamika politik di Ibu Kota saat ini.
"Aksi 212 yang dihadiri jutaan umat Muslim dari berbagai pelosok daerah, beberapa waktu lalu, semakin memperkuat variabel agama sebagai pertimbangan pemilih dalam menjatuhkan pilihannya di Pilkada 2017," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (7/12).
Rico menjelaskan, para pemilih di Ibu Kota saat ini mengalami polarisasi yang cukup tajam di dalam arus agama dan etnisitas. Seperti di kalangan pemilih non-Muslim misalnya, sekira 70 sampai 80 persen dari mereka secara solid menjatuhkan pilihannya kepada Ahok-Djarot.
Sementara, mayoritas suara pemilih Muslim secara lambat laun kini terus bergerak menuju paslon nomor urut satu (Agus-Sylvi) dan paslon nomor tiga (Anies-Sandi). Menurut hasil survei terakhir lembaganya, pemilih Muslim yang menjatuhkan pilihannya kepada dua pasangan kandidat tersebut saat ini mencapai 63,4 persen. Angka itu meningkat cukup signifikan dibandingkan dengan data yang dirilis Median pada Oktober lalu, yakni sebesar 56,1 persen.
"Di kalangan pemilih Muslim, Ahok-Djarot telah kehilangan suara sebanyak 6,4 persen. Dari yang tadinya mencapai 27,1 persen pada Oktober lalu, kini tinggal 20,7 persen saja," ujarnya.
Jika ditelaah dari sisi etnisitas, fenomena primordialistik serupa juga berlaku di Pilkada DKI kali ini. Mayoritas pemilih di Ibu Kota dari suku Jawa, Betawi, Sunda, dan Minangkabau juga menjatuhkan pilihannya kepada pasangan Agus-Sylvi dan Anies-Sandi. Sementara, Ahok-Djarot saat ini hanya unggul di kalangan suku Batak (71,4 persen) dan Tionghoa (64,7 persen).
"Berdasarkan data lapangan kami di atas, bisa disimpulkan bahwa isu penodaan agama menggerus suara Ahok dalam jumlah yang signifikan," ucapnya.