REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan perlu revolusi mental untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan. Dengan ancaman global perubahan iklim, semua pihak diajak mengambil peran untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan, karena ancaman terhadap lingkungan, sudah dirasakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
"Diperlukan revolusi mental, karena persoalan lingkungan berhulu pada perilaku," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, di Jakarta, Selasa (6/12).
Jika sebelumnya isu lingkungan hanya pada lingkup teknis seperti pencemaran dan laboratorium, maka kini persoalan lingkungan hidup dan kehutanan sudah lebih luas. Menurut dia, ada tiga tipe perilaku terhadap subyek lingkungan. Pertama, tidak mau memperhatikan. Kedua, hanya ikut-ikutan. Ketiga, keikhlasan atau menjadi pelaku yang paling baik.
Oleh karena itu, KLHK kini melakukan revolusi mental secara menyeluruh. Kinerja utamanya harus bisa terlihat pada 551 kawasan konservasi, 60 Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan 120 Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). "Untuk itu diperlukan kepastian dan penegakan hukum. Kegiatan prioritasnya bertujuan menghasilkan penegakan hukum yang berkualitas. Sementara di bidang kesehatan, berbagai kawasan di atas harus bisa dilindungi dari ancaman kebakaran, yang bisa berpengaruh pada kesehatan masyarakat," ujarnya.
Sementara pada program nasional bidang perumahan dan permukiman, relevansi KLHK akan dilihat dari pembangunan enam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) domestik dan enam IPAL USK di enam sungai. Selain itu 2.000 hektare areal rehabilitasi hutan dan lahan di daerah tangkapan air, sempadan danau di 15 danau prioritas. Serta sempadan sungai di 15 DAS prioritas.