Senin 05 Dec 2016 16:50 WIB

Insan Media Dituntut Profesional

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: M.Iqbal
Sejumlah wartawan yang mengikuti pemeriksaan Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama di Mabes Polri, Senin (7/11).
Foto: ROL/Wisnu Aji Prasetiyo
Sejumlah wartawan yang mengikuti pemeriksaan Ahok terkait kasus dugaan penistaan agama di Mabes Polri, Senin (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR -- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kembali menggelar Sekolah Jurnalisme Indonesia di Bali. Pelatihan ini dilaksanakan  dalam rangka peningkatan kualitas, kompetensi, dan profesionalitas seluruh insan media di Pulau Dewata.

"Kegiatan SJI ini teramat penting dalam upaya meningkatkan profesionalisme serta kompetensi dari pers," kata Ketua Bidang Pendidikan PWI Pusat Marah Sakti Siregar, Senin (5/12). Pelaksanaan kegiatan SJI akan bertumpu pada tiga hal penting. 

Pertama, wartawan perlu menaati kode etik jurnalistik. Kedua, peningkatan kemampuan jurnalis dari segi perencanaan, penulisan, pengeditan berita, serta modifikasi pemberitaan. Ketiga, menambah wawasan para jurnalis.

Marah Sakit juga menekankan jurnalis perlu menyampaikan informasi untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan pengusaha. SJI bersinergi dengan Pemerintah Provinsi Bali, 5-17 Desember 2016.

Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengatakan pers adalah pilar keempat dalam demokrasi setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Pers berperan mengawal proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

"Insan media harus memiliki kompetensi dan profesionalitas tinggi, sesuai tuntutan dinamika sosial kemasyarakatan, serta dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Pastika. Insan pers juga perlu memfungsikan diri secara strategis dalam sinergitas dengan ketiga pilar demokrasi lainnya. 

Kebebasan pers tidak boleh diterjemahkan sebagai kebebasan tanpa batas. "Media harus eksis melalui aktualisasi jati diri dengan sosok yang netral, independen, dan profesional sehingga media mampu memosisikan diri dan memerankan diri secara profesional," ujarnya.

Media perlu memanfaatkan kebebasannya ini secara bijaksana dan menempatkan diri sebagai pengayom masyarakat dengan memelihara kinerjanya yang positif dan konstruktif. Ini karena media memiliki kekuatan yang luar biasa dalam membentuk opini publik, sehingga penyajian berita harus berdasarkan fakta, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Lebih lanjut, Pastika menambahkan pers berkontrubusi memelihara kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Berbagai peristiwa nasional yang terjadi akhir-akhir ini tak lepas dari keberadaan media cetak, elektronik, dan daring.

"Jadilah media bertanggung jawab yang turut mengupayakan negara ini berada dalam suasana kondusif serta jalur yang benar," kata Pastika. Insan pers, kata mantan Kapolda Bali ini harus mematuhi kode etik jurnalistik. 

Kode etik jurnalistik di dalamnya terdapat nilai-nilai Pancasila. "Jadilah wartawan berkarakter, memiliki jiwa, bukan wartawan karena kecelakaan," katanya.

Berbagai peristiwa yang dibaca dan didengar masyarakat dari media saat ini lebih banyak menunjukkan potensi ancaman tinggi terhadap eksistensi empat pilar kebangsaan. Ini juga menjadi ancaman besar bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Pastika mengatakan sudah banyak slogan tentang Pancasila dan empat pilar kebangsaan yang nilai-nilai luhurnya belum diimplementasikan optimal dalam kehidupan masyarakat. Problem kebangsaan di Indonesia kini semakin kompleks, sehingga memerlukan solusi tepat, terencana, dan terarah yang menjadikan Pancasila sebagai pemandu arah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement