Jumat 02 Dec 2016 17:04 WIB

Peserta Aksi Bela Islam: Ini Bukan Soal Mayoritas Versus Minoritas

Rep: Elba Damhuri/ Red: Nur Aini
Foto aerial ribuan umat Islam melakukan zikir dan doa bersama saat Aksi Bela Islam III di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (2/12)
Foto: Republika/Prayogi
Foto aerial ribuan umat Islam melakukan zikir dan doa bersama saat Aksi Bela Islam III di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (2/12)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Persoalan dugaan penistaan agama Islam oleh Basuki Tjahaya Purnama dinilai peserta aksi damai 212 bukan masalah mayoritas versus minoritas. Ini juga, kata mereka, bukan persoalan toleransi versus antitoleransi atau Bineka melawan antibineka.

"Semua ini murni karena ada orang yang menistakan agama Islam," kata Ramadhan Asad, peserta aksi damai 212 dari Semarang, Jawa Tengah, saat mengikuti aksi di depan Sarinah, Jakarta, Jumat (2/12).

Di banyak negara termasuk di negara-negara maju, kata Asad, kasus-kasus penistaan agama pun terjadi dan dibawa ke pengadilan. Proses hukum kasus ini, sambung pegawai bank swasta ini, tetap berjalan tanpa melihat latar belakang pelaku penistaan.

Menurut dia, Ahok atau siapapun yang menistakan agama harus menjalani proses hukum. Umat beragama, termasuk Islam, kata Asad, tentu akan protes jika agamanya dihina. Nilai-nilai luhur yang selama ini diyakini sebagai jalan hidup umat Islam tiba-tiba dianggap sebagai sumber kebohongan tentu akan membuat umat tersinggung.

Jadi, ungkap Asad yang ikut aksi bersama sejumlah teman-teman dan keluarganya itu, masalah Al Maidah 51 ini murni masalah hukum, bukan persoalan minoritas ditindas atau umat Islam tidak bineka. "Yang bikin Bineka bangsa ini kan umat Islam juga," kata dia.

Reza Siregar, peserta aksi damai 212 dari Tangerang, mengatakan Islam tidak pernah menindas minoritas. Aksi 212 dan aksi 411 lalu merupakan bentuk protes umat Islam terhadap penistaan agama yang dilakukan Ahok, bukan persoalan mayoritas versus minoritas.

Reza menegaskan Indonesia termasuk negara paling toleran di dunia di mana kaum minoritas mendapat perlindungan dan bebas menjalankan kehidupannya di semua lini. "Saya pernah tinggal di Eropa dan mengalami masa-masa di mana kami kaum minoritas diusir, didemo anti-Islam, bahkan diludahi di jalan," kata dia.

Hal seperti itu, kata Reza, tidak pernah terjadi di Indonesia yang dilakukan umat Islam. Ia balik bertanya apakah di Indonesia pernah umat Islam berdemonstrasi menolak umat agama lain, minta umat lain diusir, atau melepaskan kewarganegaraan mereka. Beberapa peserta aksi damai 212 lainnya juga berpendapat senada. Buat mereka, aksi 211 dan 411 didasarkan pada rasa keadilan dan persamaan setiap manusia Indonesia di mata hukum.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement