Kamis 01 Dec 2016 17:07 WIB

Kasus Ahok Dinilai Jadi Pertaruhan Supremasi Hukum

Rep: Fuji E Permana/ Red: Bayu Hermawan
Video Ahok yang menjadi viral di sosial media.
Foto: Youtube
Video Ahok yang menjadi viral di sosial media.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan dan proses hukum kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan menunjukan apakah pemerintah menghormati hukum atau tidak. Masyarakat akan bisa menilainya berdasarkan keputusan hukum terhadap tersangka penista agama Islam.

Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan RI, Kaspudin Nor mengatakan aparat hukum harus profesional dan independen. Dudukan hukum pada tempatnya, sebagaimana peraturan-peraturan hukum yang ada, baik di dalam UU maupun kebiasaan yang ada. Sebab, menyangkut rasa kepastian hukum dan keadilan. Sehingga masyarakat tidak merasa dibedakan.

"Memang pengalaman saya, penegak hukum melawan penguasa itu selalu beda, tersendat," kata Kaspudin usai acara Diskusi Publik Kajian Hukum: Bedah Kasus Penista Alquran dan Penghina Agama di Aula Gedung Fokal IMM, Jakarta, Kamis (1/12).

Kaspudin menjelaskan, hal tersebut seharusnya jangan sampai terulang lagi. Jangan sampai, hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Negara Indonesia merupakan negara hukum dan kedaulatan di tangan rakyat. Jika hukum benar-benar ingin dijadikan sebagai panglima, maka harus ditunjukan.

"Nanti kita bisa lihat pemerintahan ini, pemerintahan yang menghormati hukum atau tidak," ujarnya.

Ia melanjutkan, hal tersebut akan menjadi kridit poin bagi masyarakat menilai pemerintahan sekarang. Menurutnya, kejaksaan juga harus mengambil momen ini. Untuk menunjukan kepada publik bahwa mereka profesional dan independen.

Sebab, hukum harus sama dan setiap orang kedudukannya sama di depan hukum. Maka terapkan hukum tersebut dengan seadil-adilnya. Jadi, jangan dipertimbang-timbangkan karena hal lain. Supaya terlihat rasa keadilan dan persamaan di muka hukum. Maka hukum harus benar-benar dijalan secara benar dan sungguh-sungguh.

Kaspudin berpendapat, kelihatan sekali ada sebuah keistimewaan dan perbedaan terhadap tersangka penista agama. Sehingga membuat persoalan menjadi besar. Ia menerangkan, awalnya dilakukan penyelidikan oleh aparat penegak hukum, setelah ada aksi unjuk rasa baru ditetapkan menjadi tersangka.

Tapi, kasus penistaan agama pada umumnya setelah dijadikan tersangka maka dilakukan penahanan. Namun, penista agama yang ini tidak ditahan. 

"Itu yang kelihatan ada keistimewaan, jangan sampai ada suatu kecurigaan bahwa hukum seolah tidak dijalankan secara sungguh-sungguh," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement