Kamis 01 Dec 2016 14:49 WIB

Bachtiar Nasir: Meski Berisi Zikir dan Doa, Tuntutan Aksi 212 Tetap Sama

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bilal Ramadhan
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Bachtiar Nasir berbicara saat menggelar konferensi pers Aksi Bela Islam III di AQL Islamic Center,Jakarta, Jumat (18/11).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Bachtiar Nasir berbicara saat menggelar konferensi pers Aksi Bela Islam III di AQL Islamic Center,Jakarta, Jumat (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, ‎JAKARTA -- Panggilan Aksi Bela Islam 3 pada Jumat (2/12) tidak terbendung. Sejak aksi ini dideklarasikan oleh Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI),  pengadangan secara sistematis, terstruktur, dan masif dilancarkan oleh pihak yang tidak ingin umat Islam bersatu menyuarakan keadilan sosial dan keadilan hukum. Mulai dari tudingan politisasi hingga isu makar.

Ketua GNPF MUI Bachtiar Nasir mengatakan semua tuduhan itu hanya isapan jempol belaka. Umat Islam tidak percaya lagi dengan propaganda dan agenda setting semacam itu.

"Sebaliknya, umat Islam semakin menguatkan ketaatan dan keterikatan kepada ulama dalam bingkai syariat. Itu terlihat pada aksi Bela Islam II dan berlanjut pada Aksi Bela Islam III," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/12).

Menurut Bachtiar, melihat gejala Aksi Bela Islam III pada 2 Desember 2016 hakekatnya adalah gerakan ideologi soft Muslim people power dalam bentuk aksi superdamai yang digerakkan oleh kesamaan rasa akibat penistaan agama dan kitab suci umat Islam yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), khususnya atas Surah Al Maidah ayat 51.

Namun, kata dia, ini hanya gunung es. Gerakan Bela Islam yang mirip apel gabungan umat Islam nasional bahkan internasional merupakan akumulasi berbagai kasus ketidakadilan sosial Indonesia, terutama umat Islam sebagai pihak yang sering tersudutkan dan ideologinya dinistakan.

"Mereka sering tertuduh sebagai pihak yang tidak nasionalis, anti-Pancasila, tidak pro pada Bhinneka Tunggal Ika, dan lain-lain. Ironisnya, hak-haknya sebagai rakyat kecil terpinggirkan demi kepentingan pemodal asing dan aseng," ujarnya.

Karena itu, Aksi Bela Islam adalah gerakan murni akibat keraguan umat Islam terhadap penegakan supremasi hukum oleh rezim saat ini. Hal itu terbukti dalam kasus penistaan agama oleh Ahok.

Bachtiar menyebut andai tidak ada Aksi Bela Islam I masyarakat pesimistis Ahok akan diproses hukum, dan andai tidak ada Aksi Bela Islam II masyarakat juga pesimistis Ahok akan diproses dengan tegas, cepat dan transparan. Atas dasar lumpuhnya keadilan hukum dan keadilan sosial inilah maka Aksi Bela Islam III disambut secara heroik oleh masyarakat, Muslim khususnya.

Aksi Bela Islam bukan tanpa target. Selain menguatkan rasa dan barisan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan nasionalisme), aksi ini bertujuan mengokohkan persatuan umat Islam yang membawa pada Persatuan Indonesia, mengokohkan Bhinneka Tunggal Ika berdasarkan nilai-nilai UUD 1945 yang asli.

Yang tak kalah pentingnya juga, kata dia, aksi ini menuntut keadilan sosial dan keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia serta melawan kekuatan oligarki yang telah membuat Indonesia terjajah secara politik, ekonomi, sosial, dan hukum.

"Konsep acara Aksi Bela Islam III adalah unjuk rasa Islami dan syari, walau ada pihak yang berusaha menggembosi bahwa ini bukan unjuk rasa tapi majelis zikir dan doa, namun tuntutan penjarakan penista agama adalah tujuan utama," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement