REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) menegaskan bahwa dalam Aksi Bela Islam III pihaknya masih tetap menuntut agar penista agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ditangkap. Namun, saat 2 Desember nanti tak ada aksi orasi dalam aksi super damai tersebut.
"Tuntutan tetap sama (Tangkap Ahok), tapi kita bisa komunikasi, tetap santun, tanpa orasi, orasinya yah tausiyah itu. Inilah model yang terbaik untuk Indonesia," ujar Wakil Ketua GNPF-MUI Ustaz Zaitun Rasmin saat ditemui di Mapolda Metro Jays, Selasa (29/11).
Zaitun mengatakan, pihaknya berharap agar nantinya Monas ditutup untuk umum saat aksi berlangsung, sehingga bisa digunakan semua massa Aksi Bela Islam III. Ia juga berharap aksi 212 tersebut berlangsung secara damai. Karena, menurut dia, Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, agama, dan ras tapi tetap satu keluarga.
Ia memastikan Aksi Bela Islam III itu hanya akan digelar di Monas saja, tidak melakukan longmarch, dan tak akan keluar dari kesepakatan bersama. Selain itu, massa pun akan membubarkan diri setelah shalat Jumat bersama.
"Semua ke Monas, kita duduk, baca Alquran, dzikir, baca tausyiah, shalat Jumat, shalat Jumat selesai, bubar. Nanti kami pun akan keliling, bantu peserta mengimbau untuk pulang dan tidak ada yang menginap. Jadi, nanti kami yang akan terakhir pulang," ucap Zaitun.
Selain itu, Zaitun mengimbau agar massa aksi juga tak membawa atribut yang dapat menimbulkan kerawanan. Jika pun terpaksa membawa bendera, kata dia, sebaiknya hanya bendera yang berukuran kecil saja sehingga dapat diikat di kepala.
"Atribut nggak terlalu penting. Kita berharap tidak usah pakai atribut ya. Bahkan kita berharap tidak usah bawa banyak bendera, sebab ini rawan, brndrra harus pakai bambu lagi pakai kayu, itu rawan, jadi tidak usah. Kalau mau pakai bendera diikat aja di kepalanya," kata Zaitun.