Selasa 29 Nov 2016 07:44 WIB

‎UU ITE Dinilai Lebih Manusiawi dan Beradab

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Esthi Maharani
Gedung DPR
Foto: Republika
Gedung DPR

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang telah direvisi dinilai lebih manusiawi dan dapat membentuk bangsa beradab. Ada dua spirit utama dari revisi UU ITE, baik dari sisi masyarakat maupun dari sisi pemerintah.

Anggota Komisi I DPR RI Sukamta mengatakan dari sisi masyarakat adalah agar kebebasan mereka dalam mengeluarkan pendapat secara sopan dan santun serta menikmati internet sehat tetap terjaga dengan baik.

"Kebebasan berpendapat dijamin, tetapi tetap tidak boleh melanggar hak orang lain, berperilaku buruk dengan memfitnah orang, dan sebagainya," ujarnya, Senin (28/11). Sedangkan dari sisi pemerintah yakni agar negara tidak dengan mudah menahan seseorang lantaran sikap kritisnya kepada kebijakan publik.

Rancangan UU revisi terhadap UU Nomor 11 Nomor Tahun 2008 tentang Informasi dan Elektronik (RUU ITE) telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR RI hari Kamis (27/10). Revisi tersebut mulai diberlakukan Senin (28/11).

Dalam konteks manusiawi, kata dia, revisi UU ITE dapat menjamin hak-hak masyarakat dalam hal ini para masyarakat dunia maya. Ancaman pidana menjadi lebih ringan untuk kasus pencemaran nama baik, dari maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar  menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 750 juta. Selain itu, pada Pasal 29 tentang ancaman kekerasan, hukuman pidana menjadi lebih ringan. Yaitu, dari maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 2 miliar, menjadi maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 750 juta.

Implikasi hukumnya jika mengacu pada UU sebelum direvisi yang menitikberatkan pada ancaman penjara maksimal 6 tahun, menjadikan pasal pencemaran nama baik dan pasal ancaman kekerasan, sebagai tindak pidana yang masuk dalam kategori KUHAP Pasal 21 Ayat (4a). Di mana dalam KUHAP Pasal 21 Ayat (4a) tersebut disebutkan bahwa untuk tindak pidana dengan ancaman penjara 5 tahun lebih, pelaku terduga dapat langsung ditahan oleh aparat penegak hukum.

Dengan UU ITE yang baru, penahanan tidak dapat dilakukan sampai ada putusan tetap dari pengadilan bahwa ia divonis bersalah. "Jadi, dengan UU ITE yang baru, pemerintah tidak bisa main tahan saja seperti sebelumnya,” kata Wakil Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) DPP PKS ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement