REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) meminta para difabel yang telah memiliki KTP-elektronik, untuk mengajak difabel lainnya agar mau mengurus kepemilikan KTP. Dia mengakui sebagian difabel masih enggan mengurus KTP-e karena beberapa faktor.
Ketua Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) Ariani Soekanwo mengatakan perlu ada upaya memahamkan para difabel bahwa KTP itu penting dimiliki. Apalagi, mereka termasuk bagian dari masyarakat sehingga harus memiliki identitas kependudukan.
"Penyandang disabilitas kategori tunanetra di Jakarta ada sekitar 1.400 orang. Dari angka ini, yang memiliki KTP hanya 600 orang. Sisanya belum punya," kata dia saat di kantor KPU RI, Jumat (25/11).
Ariani mengakui, masih adanya kalanfan difabel yang belum memiliki KTP-e berpotensi membuat mereka tidak bisa mengeluarkan hak suaranya pada Pilkada Serentak 2017. Sebagian difabel masih merasakan adanya diskriminasi sehingga enggan mengurus identitas kependudukan. "Karena sudah terdiskriminasi, sebagian ada yang merasa sudah nyaman enggak punya KTP," ujar dia.
Menurut Ariani, faktor lainnya yaitu karena persoalan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kebanyakan dari mereka diakui memang berpendidikan rendah. Selain itu, lanjut dia, bisa saja keengganan mengurus KTP itu karena profesi yang biasa dilakoni oleh difabel tersebut.
Misalnya, profesi pemijat tradisional. Sebagian difabel seperti tunanetra enggan mengurus KTP karena merasa tanpa memilikinya pun tetap bisa bekerja. "Jenis kerjaan sepertinya juga memengaruhi, merasa tanpa KTP pun bisa tetap bekerja, padahal kan tidak begitu," ujar dia.
Meski begitu, Ariani yakin, pola pikir para difabel akan berubah seiring upaya pemerintah memberikan kemudahan akses bagi kehidupan mereka. Misalnya, adanya potongan biaya bagi penyandang disabilitas saat menaiki bus transjakarta.
Program-program itulah yang diharapkan Ariani dapat menggugah mereka untuk ikut menyukseskan Pilkada 2017 dengan melakukan perekaman KTP-e. "Sudah ada konsesi-konsesi potongan harga transportasi, ini mungkin akan membuat mereka mau mengurus KTP," ujar dia.
Peneliti dari Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Mochmad Afifudin menuturkan, KPU harus bekerja sama dengan organisasi yang menaungi kalangan difabel untuk mencari tahu informasi terkait jumlah mereka yang belum memiliki hak pilih. Sebab, banyak difabel disabilitas yang masih tidak terjangkau.
"Seharusnya negara bisa mengajak organisasi disabilitas untuk melakukan pendataan, sehingga mereka bisa terdata. Ini usaha baik KPU dalam mendata orang disabilitas," tutur dia.
Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Rizkiyansyah menuturkan pihaknya berkomitmen untuk mengakomodir kepentingan para difabel agar tetap bisa mengelurkan hak pilihnya dalam proses pilkada ini. "Karena ini hak konstitusional warga dan pemilu kita kan inklusif. Jadi, yang tunanetra, tunadaksa, tunarungu, tunagrahita, atau yang lainnya tetap kita akomodir untuk bisa memilih," ujar dia.
Berdasarkan data KPU RI, jumlah pemilih dari kalangan difabel pada Pilkada 2017 ada sebanyak 66.569. Ini terdiri atas tunadaksa yang sebanyak 18.176, tunanetra 9.031, tunarungu 23.566, tunagrahita 9.764, dan penyandang jenis lainnya yakni 6032.