Jumat 25 Nov 2016 19:40 WIB

Program DLP Fokus Layani Kesehatan Tingkat Primer

Rep: Umi Nur Fadilah/ Red: Muhammad Hafil
Dokter kandungan, ilustrasi
Foto: FotoSearch
Dokter kandungan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan program Dokter Layanan Primer (DLP) menjadi perdebatan di dunia kesehatan. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menentang program DLP, salah satu alasannya, yakni, memperlama pendidikan dokter, belum adanya turunan regulasi yang membuatnya sah untuk dipraktikkan. Selain itu, IDI juga khawatir, program tersebut akan merugikan keberadaan dokter umum dan dokter keluarga.

Sejumlah simpatisan DLP menjelaskan, program DLP merupakan program yang dberikan untuk meningkatkan kesehatan di layanan primer. Sub Pokja Wahana Pendidikan DLP, Erfen Gustiawan Suwangko menjelaskan, DLP tidak hanya bertugas memberikan pengobatan. Namun, bagaimana mencegah individu agar tidak sakit, melalui pendekatan keluarga. Serta, memberikan perawatan berkelanjutan setelah pasien dinyatakan sembuh.

"Kita melayani kalangan primer, sehingga mereka lebih mudah menjangkau pelayanan kesehatan. Para dokter dituntut memperikan perhatian secara berkelanjutan," kata Erfan saat berbincang dengan Republika, Jumat (25/11).

Ia menjelaskan, pemerintah akan menempatkan para DLP tersebut di faskes layanan primer. Bahkan, mereka akan bekerja sama dengan program Nusantara Sehat yang menyasar daerah 3T di seluruh Indonesia.

Disinggung masalah adanya penolakan dari IDI, ia menyebut, terdapat oknum yang salah mensosialisasikan program DLP pada para dokter. Ia mengatakan, penolakan tersebut juga membuat pambahasan turunan UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, terhambat.

Sementara itu, Sub Pokja Wahana Pemdidikan DLP, dr. Herqutanto menjelaskan, DLP dituntut mempunyai keterampilan di bidang kedokteran keluarga, kedokteran masyarakat dan spesialis. DLP akan melayani tingkat primer, namun setara spesialis.

"Masyarakat tidak perlu lagi ke rumah sakit kalau untuk berobat ke spesialis," ujar dia.

Selain itu, ia mengatakan, DLP dituntut mampu membaca riwayat penyakit suatu keluarga, sehingga ada rekomendasi untuk mencegah atau menghambat penyekit tersebut.

"Ada perubahan tren, mereka yang dilayanan primer, sekarang banyak yang mengidap deperesi, jantung, diabetes, stroke mulai meningkat. Ini memerlukan penanganan jangka panjang, harus berkala," jelasnya.

Ia menjelaskan, program DLP akan memungkinkan para dokter dari Indonesia memperikan praktik di luar negeri. Pun demikian sebaliknya. Sebab, Herqutanto menjelaskan, pendidikan program DLP dirancang sesuai standar internasional.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement