REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengunggah video 'Surat Al-Maidah ayat 51', Buni Yani sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Cyber Crime Polda Metro Jaya. Namun, berdasarkan alasan objektif dan subjektif penyidik, polisi tidak melakukan penahanan terhadap Buni Yani.
Menanggapi kasus tersebut. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane mengatakan, polisi hanya ingin menunjukkan arogansinya saja dalam menangani kasus tersebut.
"Dalam menangani kasus Buni Yani Polri hanya menunjukkan arogansi, superioritas dan kekuasaannya terhadap orang kecil" ujar Neta saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (25/11).
Neta mengatakan, seharusnya polisi tidak membedakan antar penganan kasus Buni Yani dengan kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur nonaktif DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ia mempertanyakan jika polri memang benar-benar profesional kenapa polri tidak memperlakukan Ahok seperti memperlakukan Buni Yani.
Menurut Neta, justru seharusnya polisi berterima kasih terhadap Buni Yani yang telah mengungkap perbuatan penistaan agama yang telah dilakukan Ahok dengan mengutip kitab suci umat Islam tersebut.
"Polri harusnya berterima kasih pada Buni Yani yang sudah membuka kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok, sehingga publik mengetahuinya secara luas," kata Neta.
Seperti diberitakan sebelumnya, Buni Yani ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah membuat kegaduhan isu SARA dengan mengunggah video tersebut. Buni Yani langsung ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan pertamanya sebagai saksi pada Rabu (23/11) kemarin.
"Dengan hasil kontruksi hukum pengumpulan alat-alat bukti dari penyidik, dengan bukti yang cukup yang bersangkutan saudara BY kita naikkan statusnya sebagai tersangka," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Awi Setiyono kepada wartawan, Rabu (23/11) malam.