REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara, Jimly Asshidiqie menyebut Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan izin lingkungan terhadap pembangunan pabrik Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah, secara hukum dianggap tidak mempengaruhi kegiatan operasional pabrik. Menurut Jimly, amar putusan tersebut harus dilihat dan diteliti apa yang menjadi obyek perkaranya.
Jimly mengatakan, bila obyek perkaranya adalah gugatan izin lingkungan, maka hanya surat izin tersebut yang harus segera dicabut kembali, bukan mencakup penghentian izin seluruhnya. "Bergantung SK pencabutannya. Tapi biasanya ada masa transisi," ujar Jimly, Ahad (20/11).
Putusan MA juga dinilai tidak lantas mengganggu skema bisnis perusahaan Semen Indonesia, yang salah satunya terkait dengan tujuan dilaksanakannya industri semen di wilayah Rembang. Menurut Jimly, tidak bisa disamakan antara dikabulkannya gugatan izin lingkungan, maka menandakan pelaksanaan industri Semen Rembang juga tidak boleh lagi berada di sana.
"Obyek Tata Usaha Negara (TUN) adalah keputusan administrasi saja, bukan menggugat juga aktivitas bisnis industri pabrik," ucap Jimly menambahkan.
Sebelumnya, MA pada 5 Oktober lalu memutuskan mengabulkan gugatan perkara izin lingkungan Semen Rembang yang diajukan sekelompok orang. Pada dua persidangan di PTUN Semarang dan PTUN Surabaya, majelis hakim memutuskan menolak gugatannya.
Walaupun keputusan kasasi menyangkut gugatan izin lingkungan adalah tertinggi, Jimly menjelaskan, namun pihak Semen Rembang tetap bisa melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK). Pabrik Semen Rembang hingga kini telah menyelesaikan proses pembangunan mencapai 96 persen serta diharapkan tahun 2017 dapat berproduksi. Investasi pembangunan pabrik Semen Rembang menelan biaya hingga Rp 4,5 triliun dan diperkirakan mampu berproduksi hingga 130 tahun.